Saatnya Pola Pikir Lama Guru Berubah

Share

BANDUNG BARAT, DIDIKPOS.COM – Pola pikir lama guru sudah berubah. Kini, guru harus menjadi sosok yang berperan mengantarkan para siswa siap menghadapi masa depan.

Kepala Bidang Pendidikan SMP Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bandung Barat (KBB), Dadang A.Sapardan, mengatakan, dalam paradigma lama guru dituntut menuntaskan materi dalam kurikulum. Sehingga, bila materi sudah selesai, maka selesailah tugas dan kewajibannya.

“Tantangan masa depan para siswa dewasa ini cukup berat karena mereka berada pada masa Revolusi Industri 4.0. Masa ini ditengarai dengan masifnya pemanfaatan internet dalam kehidupan. Karena itu, tugas guru saat ini adalah mengantarkan mereka agar dapat survival dalam kehidupan masa depan yang akan dihadapinya,” kata Dadang saat Sosialisasi Penguatan Pembelajaran Jenjang SMP, di Villa Lemon, Lembang, Kamis (18/7/2019).

Dalam kegiatan yang diikuti 130 wakil kepala sekolah urusan kurikulum itu selanjutnya Dadang mengungkapkan, dalam proses pembelajaran, guru harus mengedepankan pola pengaktifan siswa

“Penguatan kompetensi siswa diimplementasikan melalui penerapan metode pembelajaran yang merangsang aktivitas siswa, di antaranya metode STEAM. Selain itu, untuk menguji kompetensi siswa perangkat yang digunakan adalah soal-soal HOTS (Higher Other Thinking Skills). Soal ini dalam implementasinya dilakukan melalui AKSI (Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia),” ujarnya.

Pada kesempatan sama, pengawas SMP Disdik KBB, Eti Rohaeti, yang membahas prosedur penyusunan KTSP mengungkapkan, paradigma lama tentang penyusunan Buku I pada KTSP harus diubah.

Pola lama yang dimaksud, cetus Eti, adalah penyusunan dokumen tersebut tidak melalui tahapan yang sesuai dengan kondisi sekolah; analisis kondisi riil sekolah, pembetukan Tim Pengembang Kurikulum (TPK), penyusunan, dan pengesahan.

“Kecenderungan yang terjadi adalah sering meupakan tentang kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan (SWOT) yang dimiliki sekolah. Sehingga KTSP yang disusun cenderung tidak mencerminkan kondisi nyata sekolah. Sebaliknya ketika tahapan tersebut ditempuh maka akan munculah KTSP yang ideal,” terangnya.***