Opini  

Puasa Rajab, Uji Coba Jelang Ramadan

Share

Èsèp M Zaini

JELANG Subuh 1 Rajab, saya menulis status di WhatsAp (WA). “Selamat berpuasa 1 Rajab.” Begitu bunyinya.

Sudah biasa status saya dibaca oleh teman-teman. Pembaca pertama langsung mengomentarinya dengan sejumlah pertanyaan. “Emang ada ya puasa rajab kang? Maaf itu ga bid’ah? Apakah itu sunnah nabi?  Maaf nanya karena emang pengen tahu.”

Kemudian saya jawab. “Hehehe pertanyaan Tétéh bagus banget. Selain Idul Fitri, Idul Adha dan 3 hari Tasyrik, boleh berpuasa. Kalau berpuasa hari Jumat saja hukumnya makruh. Harus ditemani puasa hari Kamis atau Sabtu.”

“Alhamdulillah jazakallohu khoer kang ilmunya. Jadi intinya perbanyak puasa sunnah di bulan Rajab ya kang?” Demikian pernyataan baliknya.

Sebenarnya, saya tidak menjawab satu pun dari ketiga pertanyaan tersebut. Mengapa? Sebab, saya tidak cukup ilmu tentang itu. Walaupun sejak kecil, saya selalu diajak berpuasa sunat oleh orang tua. Termasuk 10 hari pertama pada Rajab.

Saat kecil, saya puasa sunat Rajab lebih karena sangat tertarik dengan pahalanya yang luar biasa. Orang tua saya menjelaskannya dengan khusu dan humanis. Hal tersebut disampaikan juga kepada jamaah majelis taklim yang biasa dilakukan rutin di madrasah yang orang tua saya dirikan.

Terlepas dari pahala yang Allah Swt. janjikan, berpuasa Rajab pun banyak hikmah yang bisa kita petik saat ini. Salah satunya, memasuki Rajab itu tanda bahwa sebentar lagi kita akan berjuang menahan dan mengendalikan nafsu pada Ramadan, yaitu berpuasa sebulan penuh.

Sangat tidak mudah mengarungi Ramadan, jika puasa kita ingin sah dan diterima oleh Allah Swt. Kita harus mengendalikan dua jenis nafsu. Pertama, harus mengendalikan nafsu yang dilarang dilakukan sepanjang waktu. Kedua, nafsu yang hanya dilarang saat berpuasa, yaitu nafsu makan, minum, dan bergaul suami istri mulai terbit fajar hingga terbenam matahari.

Untuk menghadapi Piala Dunia (sepak bola), Olimpiade, Asian Games atau Sea Games saja, para atlet jauh-jauh hari harus mempersiapkan diri. Baik fisik maupun psikis. Berlatih rutin setiap hari, pagi dan sore hari. Beruji coba dengan lawan tanding yang bervariasi. Mengikuti berbagai kejuaraan, mulai tingkat lokal hingga internasional, baik resmi maupun tidak. Tentu itu untuk kebanggaan diri, keluarga dan negara.

Begitupun para siswa yang akan mengikuti ujian nasional. Selain belajar secara reguler, juga mereka mengikuti bimbingan belajar dan serangkaian uji coba. Agar hasil (nilai) memuaskan dirinya, guru, orang tua, sekolah, dinas pendidikan hingga negara. “Kalau Anda ingin mengontrol hasilnya, Anda juga harus mengontrol prosesnya.” Demikian ungkap Harvey Mackay (1995: 222).

Urusan dunia saja harus serius. Apalagi untuk urusan akhirat. Sebab, kehidupan kelak akan abadi. Tentu, mesti mempunyai bekal lebih daripada sekadar cukup.

Berpuasa Rajab pun begitu. Bisa dijadikan ajang latihan dan uji coba, baik lahir maupun batin. Sebab, berpuasa membaurkan keduanya. Oleh karena itu, orang sakit tidak diwajibkan berpuasa. Bisa diganti lain waktu (di luar Ramadan). Begitu pula ketika batin tidak sehat (gila atau mabuk) tidak diperbolehkan berpuasa.

Jadi, alangkah baiknya jika kita rajin berpuasa sepanjang waktu. Ada puasa Daud –sehari puasa, sehari tidak, Senin-Kamis, Kamis-Jumat-Sabtu, tiga hari awal bulan, tiga hari pertengahan bulan, dan tiga hari akhir bulan. Semua ditunaikan hanya karena Allah Swt.

Adapun berbagai keinginan, cita-cita, maksud dan tujuan dalam hidup dan kehidupan, kita mohonkan kepada Allah Swt. Semakin banyak dan sering memohon, Allah Swt. sangat menyukainya.

Urusan pahala, kita serahkan sepenuhnya kepada Allah Swt. Sebab amalan baik, hal remeh-temeh di hadapan manusia, bisa sangat besar di hadapan Allah Swt. Begitu juga sebaliknya.

Mari kita berdoa jelang bulan Rajab.

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَـعْبَانَ وَبَلِّـغْنَا رَمَضَان

Salam daif…***

Penulis adalah Pemred Majalah Guneman dan Ketua Yayasan Guneman Kamilah Almunawar Cianjur.