Hari Anak Nasional: Bukan Tahun yang Mudah, Kekerasan terhadap Anak Meningkat

Share

DIDIKPOS.COM – Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) tahun ini dilalui di tengah situasi pandemi Covid-19. Sejak pandemi Covid-19 melanda, hampir semua masyarakat merasakan dampaknya, tidak terkecuali anak-anak. Mereka harus dihadapkan pada perubahan pola hidup, namun tetap harus diupayakan terpenuhi hak-haknya, bergembira, sehat, kuat, penuh kreativitas, tetap ceria, dan semangat menjalankan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dalam naungan perlindungan keluarga.

Selain itu, angka kekerasan terhadap anak setiap tahunnya meningkat. Di sisi lain, penanganan kasus itu tidak menunjukkan adanya perbaikan.

“Optimisme anak-anak Indonesia harus tetap dijaga kendati dalam masa pandemi Covid-19. Mari kita ajak anak-anak memanfaatkan waktu untuk mengembangkan diri secara kreatif dengan hati yang gembira,” ujar Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Prof. Dr. Widodo Muktiyo, Kamis (23/7/2020), dikutip jpnn.com.

Widodo mengatakan, perubahan yang terjadi sejak pandemi Covid-19 melanda negeri kita membuat tahun ini bukanlah tahun yang mudah untuk anak-anak, khususnya dalam menjalankan proses belajar. Mereka tidak bisa pergi ke sekolah, bertemu teman-teman, guru, dan tidak bisa bermain di luar rumah karena harus berjarak sementara waktu.

Dia berpesan agar anak-anak Indonesia tetap semangat beradaptasi dengan kebiasaan baru, terutama dalam hal menerapkan protokol kesehatan. Peringatan HAN dilakukan sebagai bentuk penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak anak sebagai generasi penerus bangsa.

Di masa pandemi Covid-19 ini, peringatan HAN merupakan momentum untuk meningkatkan kepedulian semua pilar bangsa Indonesia, baik orang tua, keluarga, masyarakat, dunia usaha, media massa, dan pemerintah terhadap pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak.

“Jadikan Peringatan HAN sebagai momentum membangun kekuatan untuk mewujudkan pemenuhan hak anak dan memberikan perlindungan bagi mereka. Stop kekerasan, perlakuan buruk, perundungan, dan eksploitasi pada anak. Semua anak adalah anak kita, melindungi mereka merupakan tanggung jawab kita bersama. Semuanya kita lakukan demi terwujudnya anak terlindungi, Indonesia maju,” tegas Widodo.

Kekerasan terhadap Anak
Sementara Wakil Sekjen Partai Demokrat, Ingrid Kansil, merasa prihatin melihat angka kekerasan terhadap anak yang setiap tahunnya meningkat dan tidak menunjukkan adanya perbaikan dalam sistem penanganannya. Ironisnya, kasus kekerasan terhadap anak justru banyak terjadi di lingkungan pendidikan dan tempat tinggal.

Padahal kata Ingrid, semestinya dua lingkungan ini menjadi tempat perlindungan bagi anak-anak.

“Terkuaknya kasus pelecehan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh oknum petugas P2TP2A di Lampung Timur menjadi catatan penting bagi kita semua. Bahwasanya, sistem perlindungan anak di Indonesia masih sangat lemah,” seru Ingrid.

“Salah satu yang pernah saya sampaikan ketika menjadi Anggota Komisi VIII DPR RI, yakni pembentukan satgas anak. Hal ini menjadi salah satu upaya pencegahan bagi terjadinya kasus-kasus kekerasan terhadap anak,” katanya.

“Saya melihat pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI sudah membentuk Satgas PPA,” cetus politisi yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (Ipemi) ini.

Satgas PPA, lanjutnya, berperan untuk membantu dalam mencegah, menjangkau, dan mengidentifikasi kasus kekerasan perempuan dan anak.

“Saya sangat mengapresiasi hal tersebut sebagai salah satu upaya pemerintah memperbaiki sistem perlindungan serta pendampingan bagi para korban kekerasan perempuan dan anak. Karena satgas tersebut merupakan garda terdepan dan ujung tombak perlindungan perempuan dan anak,” tuturnya. (des)***