News  

Kumparan PHK Karyawan, AJI Jakarta: Itu Tidak Beralasan

Share

DIDIKPOS.COM – Kumparan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sejumlah karyawannya. Serangkaian proses PHK yang dilakukan tidak membutuhkan waktu yang lama, hanya dalam jangka waktu kurang dari sepekan sejak pengumuman akan dilakukan PHK.

Menyikapi kondisi itu Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan LBH Pers, melihat alasan keputusan PHK yang dilakukan oleh manajemen karena arus keuangan Kumparan terdampak krisis akibat pandemi itu tidak beralasan.

“AJI Jakarta dan LBH Pers juga menemukan fakta bahwa Kumparan melakukan penambahan karyawan baru yang dilakukan pada awal Juli 2020,” sebut siaran pers dari AJI Jakarta dan LBH Pers, Jumat (10/7/2020).

Dalam siaran pers itu dipaparkan, proses PHK pertama kali disampaikan CEO Kumparan melalui email kepada seluruh karyawan pada Minggu, 21 Juni 2020. Isinya, menjelaskan manajemen melihat ada dampak negatif pandemi Covid-19 terhadap sektor media.

Manajemen mengklaim telah mengurangi biaya operasional untuk mengatasi dampak pandemi terhadap kondisi keuangan perusahaan. Selanjutnya, manajemen juga telah memutuskan untuk melakukan pengurangan karyawan.

“Bagi karyawan yang masuk dalam daftar PHK akan menerima email dari manajemen. Selang beberapa jam di hari yang sama, sejumlah karyawan menerima email tersebut,” ujarnya.

Berdasarkan pengakuan salah satu karyawan Kumparan, Nurul Nur Azizah, kepada AJI Jakarta dan LBH Pers, dia menerima email pertemuan CEO dan HRD yang ditembuskan kepada redaktur bisnis pada Senin, 22 Juni 2020 siang. Nurul baru menyadari pada sore harinya, bahwa dia termasuk ke dalam daftar karyawan yang akan di-PHK.

Dalam pertemuan antara manajemen dan Nurul pada 23 Juni 2020, manajemen menyodorkan Surat Perjanjian Bersama untuk mengakhiri masa kerja, dengan nilai kompensasi yang ditawarkan oleh perusahaan. Akan tetapi, Nurul meminta penjelasan mengapa dia masuk dalam daftar PHK.

Manajemen hanya menjelaskan secara umum bahwa pandemi berdampak terhadap arus kas Kumparan, tanpa menjelaskan secara lebih detail. Masih belum menerima penjelasan manajemen, Nurul meminta waktu untuk mempertimbangkan tawaran PHK terhadap dirinya.

Nurul masih belum bisa menerima tawaran PHK itu karena proses sosialisasi PHK yang terkesan mendadak. Apalagi Nurul diminta untuk langsung harus menandatangani Surat Perjanjian Bersama yang ditawarkan perusahaan. Nurul pun dianggap menolak tawaran manajemen.

“Meski belum menerima tawaran PHK dan belum menandatangani Surat Perjanjian Bersama tersebut, Nurul langsung diminta untuk mengembalikan peralatan kantor berupa ponsel, laptop, dan aksesnya ke aplikasi pekerjaan milik kantor ditutup. Nurul juga sudah tidak diberikan penugasan dari kantor. Kondisi tersebut menyebabkan Nurul kesulitan untuk kembali bekerja,” terangnya.

Pertemuan Bipartit

Selanjutnya, upaya Nurul dalam berkomunikasi dengan manajemen Kumparan dilakukan melalui pertemuan Bipartit pada Selasa, 7 Juli 2020 di Kantor Kumparan. Namun, pertemuan itu tidak mencapai kesepakatan antara pekerja dengan manajemen. Undangan pertemuan Bipartit sebelumnya yang diajukan oleh Nurul dan kuasa hukumnya di LBH Pers Jakarta pada Senin, 29 Juni 2020, tidak dihadiri oleh manajemen.

Tidak tercapainya kesepakatan pada pertemuan Bipartit itu disebabkan manajemen Kumparan tetap memasukkan Nurul dalam daftar karyawan yang terkena PHK. Sementara Nurul tetap ingin dipekerjakan kembali.

Dalam pertemuan Bipartit, Manajemen Kumparan menyebut alasan perusahaan melakukan PHK adalah dalam rangka efisiensi arus kas perusahaan akibat pandemi Covid-19. Padahal berdasarkan ketentuan, PHK dengan alasan efisensi harus dibarengi dengan tutupnya perusahaan secara permanen. Hal tersebut diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 pasal 164 ayat (3) yang telah diubah normanya oleh putusan Mahkamah Konstitusi No: 19/PUU-IX/2011.

Atas fakta-fakta yang terjadi, AJI Jakarta dan LBH Pers menyatakan sikap, pertama mendesak manajemen Kumparan untuk mempekerjakan kembali Nurul sebagaimana mestinya. Kedua, mendesak manajemen Kumparan untuk mematuhi ketentuan perundang-undangan dalam sengketa ketenagakerjaan.

“Kami pun meminta Dinas Ketenagakerjaan DKI Jakarta untuk melakukan pengawasan atas proses PHK dan sengketa ketenagakerjaan yang dilakukan oleh Kumparan dan industri media lain,” pungkasnya. (des)***