Penguatan Integritas Siswa Saat Pandemi Covid-19

Share

Oleh Dadang A. Sapardan

PANDEMI Covid-19 telah memporak-porandakan berbagai program yang telah disusun sebelumnya. Berbagai program yang berkenaan dengan kehidupan sosial, budaya, ekonomi, politik, dan pendidikan tersendat untuk waktu yang belum tentu. Berbagai rancangan program yang sebelumnya telah tersusun rapih haruslah terhenti, bahkan teralihkan. Fenomena tersebut merebak pula pada sektor pendidikan, terutama sektor pendidikan mikro. Berbagai rancangan program pembelajaran yang telah disusun sekolah tidak dapat terlaksana karena terkendala dengan penerapan pembatasan guna menekan penyebaran Covid-19.

Untuk menghindari sekolah menjadi salah satu cluster pandemi Covid-19, pemerintah melalui Kemendikbud menginstruksikan sebagian besar sekolah untuk menghentikan pembelajaran dengan pola tatap muka langsung. Alhasil, sebagian besar siswa dan guru harus melaksanakan belajar dari rumah dengan pola pembelajaran jarak jauh (PJJ), baik dalam jaringan (daring), maupun luar jaringan (luring). Lebih kurang 94% sekolah jenjang PAUD, SD, SMP, SMA, dan SMK yang berada pada zona kuning, oranye, dan merah dipaksa untuk melaksanakan PJJ dengan moda daring dan/atau luring. Hanya sekitar 6% sekolah yang berada pada zona hijau yang diperkenankan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka langsung.

Pembelajaran tatap muka langsung yang dilaksanakan oleh sekolah pada zona hijau tersebut tidaklah seperti halnya yang terjadi pada situasi normal. Berbagai protokol yang sangat ketat harus ditaati oleh seluruh warga sekolah yang terlibat di dalamnya. Mulai berangkat dari rumah sampai sekolah, seluruh warga sekolah harus mengikuti protokol yang ditetapkan. Pembelajaran hanya dilaksanakan oleh setengahnya dari jumlah siswa. Waktu belajar hanya dalam durasi lebih kurang 4 jam dengan tanpa waktu istirahat. Seluruh warga sekolah dilarang berjabat tangan dan bersentuhan seperti biasanya. Selepas pelaksanaan pembelajaran seluruh warga sekolah harus langsung pulang ke rumahnya masing-masing dengan tetap harus mengikuti protokol yang ditetapkan.

Regulasi yang menjadi dasar kebijakan tersebut adalah Keputusan Bersama 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Corona Virus Desease 2019 (Covid-19). Pada regulasi tersebut diungkapkan bahwa sekolah dapat melakukan pembelajaran tatap muka langsung bila terkategori pada zona hijau, sedangkan sekolah yang berada pada zona kuning, oranye, apalagi merah masih dilarang untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka langsung. Sekolah pada ketiga zona tersebut harus tetap melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan moda daring dan/atau luring.

Harapan sebagian besar siswa, guru, orang tua siswa, dan warga sekolah lainnya untuk dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka langsung tidak dapat terwujud. Padahal, dengan masuknya waktu pada awal tahun pelajaran baru, mereka berharap bahwa pemerintah akan membuka sekolah sehingga dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka langsung.

Tak ayal, penerapan kebijakan tersebut melahirkan protes dan keluhan dari berbagai pihak, terutama orang tua siswa. Mereka mengeluhkan karena pola PJJ yang dilaksanakan selama ini sangatlah tidak efektif. Siswa bukannya belajar dengan moda daring, malah menggunakan perangkat androidnya untuk bermain game on line. Tugas yang harusnya dikerjakan siswa malah menjadi tugas tambahan bagi orang tuanya. Pelaksanaan pembelajaran moda daring sangatlah menyedot kuota internet mereka. Belum lagi keluhan dari siswa yang tidak dapat melaksanakan pembelajaran daring.

Penguatan Integritas Siswa

Semenjak pemberlakuan belajar dari rumah dengan pola PJJ, baik daring maupun luring, sekolah dengan sangat terpaksa mendelegasikan tugas pembimbingan belajar atas setiap siswa kepada para orang tuanya masing-masing. Pendelegasian dilakukan karena pembimbingan tidak dapat dilakukan oleh guru seperti halnya yang biasa dilakukan saat pelaksanaan pembelajaran tatap muka langsung.

Sekalipun sebelumnya tanpa persiapan matang, para orang tua menerima pendelegasian tersebut karena pandemi Covid-19 masih terus mengancam dan tidak menutup kemungkinan menyebar pula di sekolah yang menjadi tempat belajar anak-anaknya. Penerimaan pendelegasian pembimbingan tersebut didasari oleh ekspektasi bahwa pelaksanaan PJJ tidak akan berlangsung lama, sehingga dengan secepatnya anak-anak mereka akan dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka langsung, seperti yang dilakukan pada situasi normal.

Awal tahun pelajaran baru ternyata masih tetap diwarnai kebijakan PJJ dengan moda daring dan/atau luring. Penerapan kebijakan awal tahun pelajaran baru tersebut melahirkan banyak keluhan dari orang tua siswa dan siswa tentunya. Keluhan berujung pada keinginan agar sekolah melaksanakan pembelajaran tatap muka langsung. Keinginan mereka tersebut sah-sah saja terjadi karena dilatarbelakangi kejenuhan selama lebih kurang empat bulan lamanya melaksanakan PJJ.

Berkaca pada fenomena PJJ selama empat bulan ke belakang, pendelegasian pembimbingan belajar kepada orang tua tidak sedikit yang salah kaprah dalam implementasinya. Alih-alih melaksanakan pembimbingan belajar, ternyata para orang tua ikut membuatkan berbagai tugas yang diberikan guru kepada siswanya. Alhasil, hasil pekerjaan yang diserahkan kepada guru merupakan hasil pekerjaan orang tua siswa. Kasus ini tidaklah banyak terjadi, tetapi ikut mewarnai fenomena pelaksanaan pola PJJ pada penghujung tahun pelajaran yang telah lalu.

Menghubungkan perkembangan pendidikan saat ini dengan kebijakan pemerintah, tilikan bisa diarahkan pada kebijakan strategis pendidikan. Kebijakan yang diimplementasi oleh pemerintah adalah penerapan pendidikan karakter untuk seluruh warga sekolah. Pada penerapannya, terdapat lima nilai utama yang harus menjadi acuan, yaitu: religioitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas dalam setiap aspek kehidupan. Kelima nilai utama tersebut yang harus dikristalisasi pada setiap siswa dan warga sekolah lainnya.

Dalam kaitan ini, yang perlu digarisbawahi adalah kata integritas dalam setiap aspek kehidupan. Mengacu pada KBBI, integritas dimaknai sebagai mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran. Karena itu, dalam kata integritas tersirat makna setiap pelakunya memiliki kejujuran, bisa dipercaya, berkomitmen, dan bertanggung jawab.

Terkait dengan pola PJJ saat pandemi Covid-19, penguatan karakter integritas siswa perlu ditekankan, sehingga pembelajaran yang diwarnai dengan lahirnya fenomena penyelesaian tugas belajar secara instant atau berbasis tujuan dengan dominasi keterlibatan orang tua siswa sebagai kreatornya sudah sepantasnya disingkirkan jauh-jauh. Orang tua harus menekankan perlunya implementasi integritas dalam pelaksanaan pembelajaran.

Pada fase PJJ masa tahun pelajaran baru ini, orang tua harus memosisikan diri sebagai pembimbing dari setiap anak-anaknya. Orang tua hanya harus bertugas untuk mengarahkan saja, bukan ikut serta membuatkan tugas belajar dari anak-anaknya. Orang tua harus menjadi pengingat semata kepada anak-anaknya dengan tidak melakukan intervensi terlalu dalam atas penyelesaian tugas belajar setiap anak-anaknya.

Dengan demikian, pola PJJ yang dilaksanakan benar-benar menjadi sarana penumbuhkembangan integritas, baik bagi orang tua, apalagi bagi siswa. Melalui penumbuhkembangan integritas ini, siswa didorong untuk memiliki tanggung jawab besar atas pelaksanaan pembelajaran yang diikutinya.

Untuk mencapai pada kondisi demikian, peran sekolah sangat dituntut hadir. Sekolah harus melakukan komunikasi dan memberi pencerahan terhadap orang tua siswa. Komunikasi dan pencerahan terhadap orang tua siswa harus dilakukan dengan sesering mungkin, sehingga mereka memiliki pemahaman komprehensif tentang pembimbingan belajar dengan mengedepankan integritas. Pemberian pemahaman tersebut perlu dilakukan oleh sekolah dengan memanfaatkan pola jarak jauh atau bila sangat terpaksa, dapat dilakukan dengan pola tatap muka langsung. Pemilihan pola tatap muka langsung dapat dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat.

Simpulan

Sampai awal tahun pelajaran 2020/2021 ini pandemi Covid-19 masih tetap berlangsung, sehingga sebagian besar sekolah belum bisa melaksanakan pembelajaran tatap muka langsung. Pelaksanaan pembelajaran tatap muka langsung hanya dapat dilakukan sekolah ketika Pemerintah—berdasarkan rekomendasi Satgas Covid-19—menetapkan wilayah sekolah berada pada zona hijau. Sekalipun demikian, pelaksanaan pembelajaran pada sekolah dalam zona hijau tidak seperti dalam situasi normal. Sekolah pada zona ini hanya dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka langsung dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat. Alhasil, pelaksanaan pembelajaran tidak berlangsung seperti layaknya pembelajaran saat kondisi normal. Pembelajaran dilakukan dengan berbagai pembatasan.

Penerapan kebijakan tersebut melahirkan keluhan dari berbagai pihak, terutama orang tua siswa. Mereka mengeluhkan karena pola PJJ yang selama ini berlangsung, baik daring maupun luring sangatlah tidak efektif. Terjadi berbagai fenomena penyimpangan dari niatan awal PJJ. Salah satu penyimpangan di antaranya dominasi orang tua siswa dalam penyelesaian tugas belajar siswa. Fenomena ini, kurang menguntungkan bagi penerapan penguatan karakter yang selama beberapa waktu ke belakang didengungkan Kemendikbud.

Penguatan karakter pada nilai integritas dimungkinkan untuk terus dilakukan pada pelaksanaan PJJ. Guna mencapai kondisi tersebut, sekolah perlu membangun komunikasi intensif dengan orang tua siswa, sehingga mereka memiliki pemahaman komprehensif tentang penguatan karakter integritas. Dengan demikian, pada PJJ awal tahun pelajaran baru ini diharapkan tidak terdengar lagi keluhan orang tua yang harus menguras energi untuk menyelesaikan tugas belajar dari anak-anaknya.***

Penulis adalah Kabid Pendidikan SMP Disdik Kabupaten Bandung Barat

Redaksi didikpos.com menerima tulisan dari pembaca berupa artikel, feature, essay. Tulisan dikirimkan melalui email: didikposmedia@gmail.com.