Pesantren Buka Kembali, Bentuk Gugus Tugas Sendiri

Share

DIDIKPOS.COM – Kementerian Agama (Kemenag) mengeluarkan panduan pembelajaran di pesantren. Di dalam panduan tersebut, Kemenag tidak mengacu wilayah atau zona kasus Covid-19.

“Zona yang dipakai untuk panduan pembelajaran di pesantren tidak berbasis kabupaten atau kota, namun zona lingkungan pesantren. Dengan demikian status kabupaten yang merah, orange, kuning, atau hijau, tidak pengaruh dengan operasional pesantren di tengah pandemi,” kata Plt Direktur Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag, Kamaruddin Amin, Minggu (19/7/2020), seperti dikutip laman Kemenag.

Kamaruddin mengatakan, kendati menetapkan zona sendiri, namun pembukaan kembali pesantren harus mendapatkan izin dari pemerintah daerah (pemda) setempat. Izin itu harus mengatakan bahwa lingkungan pesantren aman dari Covid-19.

Selanjutnya, kata Kamaruddin, Kemenag menentukan empat ketentuan utama dalam pembelajaran di pesantren di tengah pandemi. Selain harus mendapatkan surat izin dari pemda setempat, pesantren harus membentuk gugus tugas percepatan penanganan Covid-19.

Kemudian pesantren harus memiliki fasilitas yang memenuhi protokol kesehatan. Terakhir, pimpinan, pengelola, pendidik, dan peserta didik atau santri harus dalam kondisi sehat. Ketentuan ini dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari fasilitas pelayanan kesehatan setempat.

Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU/Asosiasi Pesantren NU) Abdul Ghaffar Rozin menyambut baik panduan pesantren yang dikeluarkan Kemenag. Dia menjelaskan panduan itu sudah ditunggu-tunggu oleh pesantren. Apalagi panduan atau pedoman untuk pendidikan umum sudah keluar.

“Walaupun terkesan terlalu longgar, pedoman Kemenag berusaha menampung dan memperhatikan aspirasi banyak pesantren yang berbeda-beda,” katanya.

Dia juga menyoroti ketentuan dibukanya pembelajaran di pesantren harus ada izin aktif atau tidak aktif kepada gugus tugas atau pemda. Pada daerah yang tidak banyak populasi pesantren, dia khawatir jadi masalah. Sebab dikhawatirkan pemdanya tidak proaktif terhadap pesantren.

“RMI berharap pemerintah tidak berhenti pada penerbitan panduan saja,’’ katanya.

Dijelaskannya, pelaksanaan protokol kesehatan oleh pesantren perlu dikawal oleh Kemenag dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) secara terus menerus. Itu untuk menghindarkan pesantren menjadi klaster baru penularan Covid-19. Dia menyadari bahwa kondisi atau kesiapan pesantren bermacam-macam. Ada yang sangat siap melakukan protokol kesehatan. Tetapi juga ada yang sebaliknya.

Tiga Kelompok

Diketahui, protokol atau ketentuan pembelajaran di pesantren di tengah wabah Covid-19 sebelumnya disampaikan Menag Fachrul Razi di DPR, Kamis (18/6/2020) malam.

Menag membagi pesantren menjadi tiga kelopok. Yakni pesantren yang selama ini menjalankan pembelajaran tanpa libur atau memulangkan santrinya dan pesantren yang telah memulai pembelajaran.

Selanjutnyua, pesantren yang meliburkan santri dan berencana menerima santri kembali. Dan kelompok terakhir yaitu pesantren yang memulangkan santri dan belum berencana menerima santri kembali. Pesantren kelompok ini menunggu kondisi wabah benar-benar aman.

Untuk pesantren yang tidak pernah libur dan sudah menjalankan pembelajaran tatap muka, diminta untuk koordinasi dengan pemda atau gugus tugas daerah setempat untuk memeriksa kondisi kesehatan santri. Jika ditemukan santri atau warga pesantren lain yang tidak sehat, segera diambil langkah pengamanan sesuai prosedur kesehatan.

Bagi pesantren yang akan menerima santri atau memulai pembelajaran tatap muka, harus dipastikan bahwa asrama atau lingkungan pesantren aman dari Covid-19. Pengamanan ini bisa dilakukan melalui koordinasi dengan pemda atau gugus tugas daerah masing-masing.

Apabila ketentuan aman dari Covid-19 dan protokol kesehatan tidak terpenuhi, maka pesantren atau pendidikan keagaaman tersebut tidak dapat menjalankan pembelajaran tatap muka.

“Jadi wajib mendapatkan surat keterangan bebas Covid-19 dari gugus tugas atau pemda,” terang Kamaruddin.

Kemenag pun mengatur ketentuan bagi pesantren yang belum menjalankan pembelajaran tatap muka. Di antaranya pimpinan pesantren mengupayakan seoptimal mungkin pelaksanaan pembelajaran jarak jauh berbasis online.

Selain itu, memberi petunjuk kepada santri yang berada di rumah untuk menjaga kesehatan dan menyiapkan perlengkapan dan peralatan yang dibutukan saat pembelajaran tatap muka dimulai kembali. (des)***