Sekolah Keluhkan BOPD Habis Dipakai Paket Internet, DPRD Jabar Tebar Wacana untuk Solusinya

Share

DIDIKPOS.COM – Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat, Dadang Kurniawan, mengatakan, Komisi V menerima keluhan dari pengelola sejumlah SMA/SMK negeri terkait bantuan operasional peserta didik (BOPD). Dalam keluhan itu disebutkan, BOPD bakal habis untuk memenuhi kebutuhan paket data internet siswa selama mereka belajar di rumah.

Menurut Dadang, menyikapi hal tersebut, pihaknya merekomendasikan beberapa upaya yang perlu ditempuh, baik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat maupun pihak sekolah untuk menunjang pembelajaran jarak jauh (PJJ) saat pandemi Covid-19 ini.

“Setelah dihapuskannya iuran bulanan, ini menjadi sebuah kemajuan besar (pemerintah) untuk bidang pendidikan. Tetapi kemudian muncul persoalan baru, BOPD ini dianggap tidak akan mampu menutup operasional sekolah, terlebih pada saat pandemi (Covid-19) ini,” kata Dadang, Minggu (19/7/2020), dikutip Pikiran-Rakyat.com.

Dikatakan Dadang, perlu adanya kolaborasi yang baik antara pihak sekolah, komite sekolah, dan orang tua siswa untuk menyikapi kekurangan biaya operasional sekolah yang dianggap masih kurang. Hal tersebut agar operasional sekolah tidak terhambat.

Dalam menyikapi persoalan ini Pemprov Jabar harus menambah porsi biaya operasional sekolah, khususnya untuk menunjang PJJ saat pandemi Covid-19 ini. Itu untuk menjaga keberlangsungan operasional lainnya di sekolah agar tidak terganggu. Sebab, kebutuhan operasional sekolah tidak hanya memenuhi paket data internet siswa, namun ada beberapa kebutuhan bulanan lainnya seperti bayar listrik sekolah.

“Jika BOPD yang dikucurkan Pemprov Jabar sebesar Rp 145.000/anak/bulan pada saat ini masih kurang untuk menutupi kebutuhan operasional sekolah, sedangkan kebutuhan paket data internet sebesar Rp 150.000/anak/bulan saat belajar jarak jauh, kami merekomendasikan untuk menambah (bantuan operasional). Intinya, kami mendesak agar pemerintah terus mengupayakan jangan sampai pembelajaran siswa ini terganggu,” ujarnya.

Dadang menambahkan, jika pemerintah menganggap tidak mampu menambah alokasi bantuan karena harus juga memikirkan juga operasional SMA, SMK, dan MA swasta, maka perlu upaya lainnya. Sekolah bisa berkolaborasi dengan orang tua siswa dan komite sekolah mengenai kekurangan operasional sekolah ini.

“Jika BOPD ini menyisakan selisih Rp 5.000/anak untuk kebutuhan paket data internet, sekolah enggak perlu ambil pusing, siapa yang harus nombok. Masalah kurang, pasti semuanya masih kurang. Tetapi minimal saat ini sudah ada kemajuan dan terobosan kebijakan yang memang tidak memberatkan. Kalau toh hanya kurang Rp 5.000, kita (sekolah) bekerja sama dengan orang tua murid serta komite sekolah untuk menutupi kebutuhan operasional itu. Kita juga harus pikirkan kebutuhan SMA/SMK swasta di Jabar, bukan hanya sekolah negeri,” tutur dia.

Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Jabar, Asep Wahyuwijaya, mengatakan, biaya operasional pendidikan yang belum bisa ditanggung sepenuhnya oleh negara, konsekuensinya tentu akan menjadi beban yang dikenakan juga kepada masyarakat.

Sekalipun pemerintah pusat dan pemerintah daerah sudah berupaya semaksimal mungkin untuk menutupinya, namun secara ideal kondisinya masih belum mencukupi. Untuk itu, bagaimanapun masyarakat dalam hal ini orang tua siswa, pasti masih akan dibebani untuk menutupi biaya pendidikan.

Terkait dengan alokasi anggaran BOPD yang sudah diberikan untuk murid di SMA/SMK negeri dan SLB negeri, Asep menuturkan, pada prinsipnya bukan berarti menuntaskan semua kebutuhan biaya operasional pendidikan seluruhnya. BOPD itu sifatnya hanya subsidi. Dengan begitu, jika masih dianggap kurang atau muncul tambahan biaya pendidikan dalam kondisi new normal, hal itu bisa dikonsultasikan lagi dengan dinas pendidikan.

“Bisa saja kepala sekolah dan perwakilan komite sekolahnya yang menghadap (disdik). Bukaan-bukaan juga dengan kondisi finansialnya (sekolah). Bila perlu, sampaikan laporan keuangan yang dikumpulkan dari para orang tua murid yang sudah diaudit. Sehingga berapa sisa kekurangannya pun betul-betul sesuai dengan yang diperlukan. Baru setelahnya diambil solusi, apakah bisa ditanggulangi dari APBD atau kembali dibebankan ke orang tua murid lagi,” pungkas Asep. (des)***