Kemarin dan Hari ini, Sana-sini

Share

Oleh Suryatno Suharma

KEMARIN

Kemarin, jam segini aku ada di sana. Kepanasan. Memang alam sana beda dengan lingkungan sini. Pas selesai Dzuhur aku masuk perlahan. Menelusuri jalan dengan mobil hitam. Isi 5 orang. Tak banyak bicara akibat kantuk mendera. Sama, teman pun begitu. Pemegang stir sigap mengemudi tak hirau kami pulas atau terkantuk.

Di sana sudah ramai. Kata orang sana tanah pun merangkak. Harga kini jauh lebih melambung dibanding 10 tahun lalu. Cepat berubah, sawah jadi bangunan megah.

Kami telah menikmati semua sejak kemarin. Naik delman, makan bakso, dan bakar jagung. Karoke sedari selesai solat isya hingga tengah malam bergantian. Kusimak, lagu lawas tembang kenangan. Maklum usia kami di atas 55.

Kolam itu jernih airnya. Aku nyebur berenang menemani Kang Omi. Kasihan, dia ngajak terus dan kurang sehat. Untung ada Ayah Sel yang sama pengen berenang gaya bebas. Asyik juga kami bertiga di kolam luas. Mungkin.45 – 10 meter lebih ukuran kolam itu.

“Waduuhhhh!”

Suara teman lain menenteng HP.

Jepret.

Kami terabadikan dalam album kenangan jika suatu saat dibuka, ditatap, dan disimak. Berenang di usia sekarang beda. Jauh lebih sulit mengatur nafas.

“Eungap!”

Kata Ayah sambil menarik nafas di pinggiran kolam.

Ya … Begitulah kami bersama menorehkan tinta nostalgik di sana.
Pelataran hotel luas. Cukup untuk puluhan mobil dan beberapa sepeda motor. Taman seputar area indah membuat kawan tak bosan bergaya. Selfi menghabiskan menit dan detik. Di sana dua hari semalam.

Jam segini di sini. Agak dingin. Perbedaan yang jelas mencolok. Aku diam mengingat kata-kata orang sana. Di sini dan di sana seoerti dua dunia berbeda. Siang terhampar hijau sawah. Malam suara katak kusimak. Sekarang di sini hanya ada suara jam dinding.

Usia terus berubah. Angin kemarau menusuk tusuk. Hempasan rasa melantunkan irama senja. Aku tengadah seraya bermohon.

Tuhan…

Ampuni hamba! Kami kenang saat indah. Kami lupakan kesedihan. Tatapan mata batin meluruskan niat silaturahmi antar teman seperjuangan. Hanya Engkau yang slalu kami indahkan!

Tuhan…

Kenangan ini semata demi cinta kami kepada-Mu!

HARI INI

Hari ini, janji pukul 08.30 untuk tiba di Cikole. Namun pergi lebih cepat. Ditambah lagi ojeg menghampiri. Semakin cepat sampai Lembang.

Ojeg itu biasa mengantarku. Ia orang sekampung dan tak terlalu jauh dari Kota Bandung. Hampir tiap hari kami berkegiatan di kota.

Luar biasa kurasa. Jalan lengang itu mulai padat angkot, mobil pribadi, dan kendaraan lain. Pesepeda makin banyak. Mereka menghirup udara bersih dan segar seputar Lembang mengarah Tangkuban Parahu. Semua tau kawasan wisata ini penuh pesona sebagai ikon Bandung Barat.

Turun sebelum taman Alun-alun. Angkot hanya kuongkosi normal 5000 rupiah dari Jl. Dr. Setiabudi – Jl. Ir. Soekarno. Utara Bandung pagi hari menjadi area olahraga kalangan banyak masyarakat. Sementara alun-alun Lembang didatangi dewasa dan anak kecil. Biasanya di sini sepeda beristirahat. Makan dan minum di sini cukup nyaman di pagi seperti ini. Matahari bersinar namun lambat menghangat. Lembang memberi rasa kerasan bagi pendatang.

Aku berjalan ke arah Cikole. Jalan kutapaki santai sambil memperhatikan kiri-kanan jalan raya. Trotoar masih belum memadai untuk berjalan kaki. Masih perlu perbaikan di sana-sini.

Tiba di suatu tempat.

Ternyata, kemarin dan hari ini, sama. Matahari terbit, manusia berseliweran dengan aktivitas masing-masing, dan kendaraan menghiasi jalanan.

Yang membedakan bagi kami yang dirahmati Allow SWT masih menghirup udara menjelang usia 60 tahun, hidup itu ya memang senda gurau. Tak perlu terlalu serius menyikapinya. Jalani apa adanya.

Tak usahlah banyak protes kepada Sang Pencipta. Semua ada Yang Mengatur. Tinggal kita menjalaninya dengan enjoy, tanpa grasa-grusu dan berambisi mencapai titik yang bukan takaran kita. ***

Penulis adalah tukang jalan-jalan, pensiunan guru SMP Korpri IKIP Bandung dan SMP Budi Bakti Utama Bandung Barat.