Kepala LLDIKTI IV Jabar, Prof. Uman Suherman: Pendidik juga Bertugas sebagai Transfer of Culture

Share

DIDIKPOS.COM – Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL Dikti) Wilayah IV Jabar , Prof. Dr. Uman Suherman AS., M.Pd., seorang dosen harus memahami terlebih dahulu tujuan pendidikan. Paling tidak ada dua hal yg perlu disikapi oleh dosen, yaitu: menentukan nasib anak didik dan menentukan nasib diri sendiri.

“Karena hal inilah dosen harus menerapkan tridarma pendidikan. Utamakan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, perhatikan jabatan akademik dosen, dan memaksimalkan produktifitas. Mengapa hal ini penting? Karena seorang pendidik bukan hanya transfer of knowledge, tetapi juga transfer of culture. Hal inilah yang menetukan Learning Outcome,” kata Prof. Uman, dalam acara Workshop Pedagogik yang diselenggarakan oleh Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UIN Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung, melalui telekonferensi aplikasi zoom dan disiarkan secara langsung pada kanal Youtube, Rabu (29/7/2020).

Menurutnya, seorang dosen memiliki dua peranan penting. Dosen sebagai ilmu dan dosen sebagai seni.

“Inilah yang ditampilkan oleh dosen sebagai budaya yang dimilikinya. Dosen juga memiliki value yang akan ditampilkan kepada mahasiswa. Value ini mencakup penampilan, bahasa, juga solusi yang dihadirkan dalam setiap masalah,” jelasnya.

Selain itu, learning and Innovation sebagai orientasi hasil pendidikan yang harus ditonjolkan dosen adalah critical thinking and problem solving, creativity and innovation, communication, dan collaboration.

“Sebagai bentuk optimalisasi peran dosen, pertama, lingkungan yang utama adalah dosen yang mampu menginspirasi. Kehadiran dosen harus mampu dicintai mahasiswanya. Kedua, professional development harus selalu berjalan. Hal yang utama bagi seorang dosen adalah capaian pembelajaran atau standar kompetensi. Standar kompetensi yang baik dapat dibentuk oleh dosen yang berkualitas,” paparnya.

Agar menjadi dosen yang dicintai mahasiswa, tips, pertama tunjukkan penampilan yang baik. Kedua, keluhuran ilmu adalah sebagai anugerah dari Allah SWT sebagaimana Q.S Al-Mujadalah ayat 11, Allah Swt. akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Ketiga, jauhkan dari sifat sombong.

“Amanahnya, jadilah dosen yang baik, atau tidak sama sekali,” tandasnya.

Guru Besar FTMD ITB yang juga Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Pertamina, Prof. Dr. Ir. Ichsan Setya Putra, mengatakan, mengajar itu adalah satu cabang ilmu sendiri. Pendidik harus memiliki ilmunya.

“Inilah yang jarang dimiliki oleh pendidik. Saya memiliki inspiratif. Ada dua orang tukang batu. Ketika ditanya oleh orang, ‘Sedang mengerjakan apa Pak?’ Tukang batu pertama menjawab, ‘Saya sedang membangun tembok’. Dengan pertanyaan yang sama, tukang batu kedua menjawab, ‘Saya sedang membangun masjid’.”

“Tukang batu kedua juga menjelaskan dengan penuh semangat bagaimana pahala yang didapat penduduk desa di sana apabila salat di masjid tersebut.  Kisah inspiratif ini dapat menjadi gambaran bagaimana dosen yang hanya memperhatikan insentif dan bagaimana dosen yang memperhatikan masa depan yang akan dibangunnya seolah-olah berkata  ‘I touch the future’,” tambah Uman.

Diakuinya, fenomena yang ada saat ini adalah, dosen sibuk bagaimana mahasiswa dapat memahami pelajaran. Padahal yang terpenting adalah bagaimana mengajarkan mahasiswa untuk berfikir. Critical thinking adalah satu hal yang sangat penting bagi dosen.

“Saat ini pembelajaran mengarah kepada social and emotional intelligence. Maka dosen harus mengajarkan tiga hal: penguasaan bahan, kemampuan berpikir, dan merasakan dan membangun hubungan,” ujarnya.

Mengenai perkuliahan daring, Prof. Ichsan menyampaikan beberapa fakta yang terjadi di lapangan, mulai dari ketidaksiapan institusi, koneksi internet, pengajar, maupun peserta didik.

“Hal ini menjadi tantangan sendiri  bagi dosen. Misalnya, mahasiswa tidak memiliki sense of purpose sehingga tidak punya students agency dan self directedness,” jelasnya.

Dikatakannya, bentang perhatian mahasiswa terbatas, hanya sekitar 20 menit. Dengan pembelajaran jarak jauh, kemampuan untuk fokus mahasiswa menjadi lebih pendek. Solusinya adalah dengan mengajar di segmen-segmen pendek (pecah kuliah menjadi beberapa segmen).

Mahasiswa, lanjut, tidak dianjurkan berbagi perhatian saat kuliah daring. Untuk membangun active learning pada kuliah daring, dosen harus menyiapkan sejumlah pertanyaan. Pada kuliah daring, ekspresi wajah dan bahasa badan tidak efektif, maka perlu berlatih menggunakan kekuatan suara.

“Mahasiswa cepat lupa, maka sering adakan kuis. Banyak masalah teknis. Mahasiswa bekerja sama pada saat ujian,” paparnya.

Prof. Ichsan memberikan tips kepada kita agar membangun sense of purpose mahasiswa. Pertama, antara lain dengan memberikan gambaran mahasiswa ingin menjadi apa di masa depan. Kemudian bangun ketertarikan mahasiswa dengan masa depannya, misalnya dengan mengundang perusahaan.

Rektor UIN SGD Bandung, Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si., mengapresiasi ikhtiar FST UIN SGD yang terus berusaha untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, khususnya di fakultas Sains.

“Mudah-mudahan keberadaan dosen sangat dirindukan, dinantikan oleh mahasiswa pada saat di kelas, bukan malah sebaliknya. Oleh karena itu, seorang dosen diharapkan menjadi tauladan bagi diri sendiri, keluarga, mahasiswa dan masyarakat,” ungkapnya.

Dekan FST, Dr. Hj. Hasniah Aliah, M.Si., menuturkan, materi manajemen kelas ini begitu penting dan menjadi salah satu materi pokok pada kegiatan ini.

“Melalui workshop ini saya berharap para pendidik dapat merancang strategi yang lebih baik dalam pembelajaran, dan dapat bermanfaat secara langsung di lapangan,” ujarnya. (des)***