50 Persen Mahasiswa Putus Kuliah, JPPI: Bantuan UKT dan KIP-K tak Efektif

Share

DIDIKPOS.COM – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyebut angka putus kuliah meningkat di tengah pandemi Covid-19. Bahkan tingkat putus kuliah bisa mencapai 50 persen.

Kendati pemerintah meluncurkan bantuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Kartu Indonesia Pintar-Kuliah (KIP-K), namun program itu tak efektif mengurangi angka mahasiswa yang putus kuliah.

“Rata-rata di perguruan tinggi swasta sangat rentan putus di tengah jalan. Sebelumnya 18 persen, ditambah kondisi Covid-19 ini bisa sampai 50 persen,” ungkap Kepala Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan Kemendikbud, Abdul Kahar, dalam siaran live, Kamis (17/9/2020).

Untuk menekan angka putus kuliah, pihaknya pun telah menjalankan relaksasi biaya pendidikan. Diharapkan supaya mahasiswa di perguruan tinggi swasta maupun negeri (PTS/PTN) tidak berhenti kuliah akibat kondisi ekonomi.

“Untuk itu Kemendikbud melakukan relaksasi biaya pendidikan sehingga ini betul-betul kita fasilitasi kesulitannya itu,” ungkapnya.

Salah satu relaksasi bantuan yang diberikan adalah terkait UKT, kepada mahasiswa yang terdata aktif dari semester 3, 5, dan 7. Sedangkan bagi mahasiswa baru yang diberikan KIP-K.

“Jadi ini betul-betul bukan hanya karena kondisi mereka yang kurang mampu, tapi termasuk mereka yang terdampak Covid-19 kita berikan bantuan itu,” tandas dia.

“Demikian juga kita juga membuka beasiswa unggulan untuk anak-anak kita yang punya prestasi luar biasa, agar anak-anak kita punya kesempatan yang baik,” pungkasnya.

Sementara Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai, hal ini merupakan hal yang wajar. Apalagi kuliah merupakan barang mahal, hanya orang yang punya kemampuan ekonomi saja yang bisa kuliah. Sementara ketersediaan kampus berbiaya murah masih sedikit.

“Sangat wajar sekali, masyarakat Indonesia banyak yang bermasalah soal ekonomi yang terdampak gara-gara ini. Banyak masyarakat Indonesia yang di-PHK, korbannya mereka yang berkuliah itu ngga melanjutkan,” terang dia, dikutip bandung.pojoksatu.id, Senin (21/9/2020).

Meskipun ada keringanan seperti UKT serta KIP-K, itu hanya meringankan sebagian kalangan saja. Karena kuliah kan butuh bayar kontrakan atau kosan, makan, operasional, dan akomodasi kuliah.

“Itu kan mahal. Kalau kampusnya ada di samping rumah sih enggak masalah disubsidi UKT, tapi kebanyakan yang kuliah kan di luar pulau dan kota,” tambahnya.

Dia tidak menjamin pascapandemi selesai mahasiswa yang sebelumnya putus kuliah akan kembali lagi. Sebab, negara atau masyarakat sendiri tentunya masih dalam tahap recovery ekonomi.

“Belum (kembali kuliah), misalnya Covid selesai kan recovery ekonomi masih running” jelas dia.

Ubaid mengusulkan agar mahasiswa kembali masuk dalam perkuliahan dengan cepat, perlu ada relaksasi lain. Salah satunya afirmasi dari pihak kampus.

“Perlu ada kebijakan dari kampus memberikan afirmasi, ngga hanya diskon mungkin digratiskan. Kita punya dana abadi pendidikan, bisa dialokasikan disitu (afirmasi). Hak mendapatkan layanan pendidikan itu hak warga negara,” tutupnya. (haf)***