Opini  

Membenahi Rumah Sejarah

Share

Jawaban atas Peryataan Bu Retno, Polemik Penghapusan Mata Pelajaran Sejarah, Ini Saran Dari KPAI

Oleh Dani Wardani

WACANA polemik penghapusan mapel sejarah, ternyata mendapat komentar dari berbagai pihak. Dari mulai profesi guru, dosen, peneliti, pejabat, masyarakat umum, DPR bahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) akhirnya angkat bicara.

Sungguh suatu bentuk rasa syukur bagi saya khususnya dan bagi guru-guru sejarah umumnya bahwa bentuk protes kami mendapat tanggapan luar biasa dari berbagai elemen.

Dan alhamdulillah jawaban untuk ke arah yang diharapkan sudah mulai terang benderang. Hanya butuh waktu untuk mengawalnya menjadi sesuai kenyataan. Kami yakin segala sesuatu butuh proses. Dan pihak Puskurbuk yang mengurus penyederhanaan kurikulum bahkan Mendikbud membuka diri dan menjanjikan bahwa mapel sejarah tidak akan dihilangkan.

Memang tantangan kami belum selesai hanya dengan janji. Banyak pekerjaan rumah yang perlu kami benahi terutama meningkatkan pembelajaran sejarah menjadi lebih berarti terutama bagi siswa dan keberlangsungan kehidupan berbangsa.

Terutama masukan pekerjaan rumah peningkatan pembelajaran sejarah muncul dari Ketua KPAI, Bu Retno. Kapasitas beliau sebagai Ketua KPAI dan sekaligus pernah mengajar PKN selama kurang lebih 24 tahun, berpendapat bahwa ada yang perlu dibenahi dalam pembelajaran sejarah. Hasil pendapatnya dapat dibaca di laman tempo.co, dengan mengakses di tautan: https://nasional.tempo.co/read/1388261/polemik-penghapusan-mata-pelajaran-sejarah-ini-saran-dari-kpai/full?view=ok

Menurut Bu Retno, dalam pembelajaran sejarah di Indonesia dipandang masih dominan materi perang. Perlu diluruskan mengapa materi perang perlu ada dalam materi sejarah, dan mengapa kedudukannya dipandang cukup penting dalam kurikulum sejarah bukan untuk mendidik siswa menjadi brutal, apalagi memunculkan ide kekerasan, ataupun menanamkan benih-benih kebencian terhadap negara lain, seperti yang dikhawatirkan Bu Retno, jauh dari itu materi perang dalam sejarah Indonesia, contohnya dalam perang kemerdekaan daerah melawan penjajah, justru kedudukannya sebagai pengingat dan memotivasi siswa untuk generasi mendatang bagaimana susahnya perlawanan dan memupuk semangat perjuangan. Kita kenal bahwa perjuangan rakyat Indonesia dalam mempertahankan ataupun merebut kemerdekaan penuh dengan tantangan dan berdarah-darah. Narasi yang disampaikan bahkan sangat heroik karena senjata perlawanan rakyat Indonesia hanya menggunakan bambu runcing tetapi tidak mengalahkan semangat melawan senjata modern dari para penjajah.

Di sinilah arti penting materi perang dalam sejarah untuk mematik motivasi dan membakar spirit siswa dalam memupuk kecintaan Tanah Air. Dengan materi perang juga siswa dilatih berpikir salah satunya bagaimana strategi perang yang dilakukan rakyat Indonesia melawan penjajah sehingga atas izin Tuhan Yang Maha Kuasa dapat berhasil merebut dan mempertahankan kemerdekaan.

Kedua, Bu Retno mempermasalahkan soal materi mapel sejarah yang dipandang masih Jawa sentris. Permasalahan mengapa materi sejarah Indonesia seakan Jawa sentris hal ini dikarenakan dalam pembelajaran sejarah ada pemilahan muatan yaitu muatan nasional dan lokal. Muatan sejarah nasional artinya peristiwa yang memiliki peran dan arti sebagai memori kolektif secara nasional. Dan kebetulan yang sudah banyak tergali informasi berdasarkan data dan fakta yang tersedia peristiwa penting di Indonesia banyaknya di Jawa. Sebaliknya apabila arti penting peristiwa di masa lalu yang skupnya masih kecil maka dipandang muatan lokal. Hanya saja muatan sejarah lokal belum banyak terekspos dan banyak dikaji sehingga sejarah di luar Jawa jarang muncul.

Meskipun peristiwa tersebut terjadi di satu tempat tertentu namun memiliki peran penting bagi rakyat Indonesia maka dapat digolongkan menjadi peristiwa nasional. Contohnya peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Meskipun terjadi di Pegangsaan Timur, namun karena melibatkan seorang tokoh penting bagi sejarah Indonesia yaitu Ir. Soekarno sebagai presiden pertama, maka peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia menjadi sejarah nasional. Dan itu terjadi tidak di Sumatera, Kalimantan, maupun Sulewasi, tapi di Jawa. Namun tentunya dalam sejarah Indonesia cukup banyak pula yang mengangkat peristiwa lokal luar Jawa namun dijadikan sebagai peristiwa nasional. Contohnya peristiwa perlawanan Cut Nyak Dien dan Ciek Ditiro di Aceh, Pangeran Sisimangaraja di Sumatra, Pangeran Antasari dari Kalimantan, dan masih banyak lagi.

Ketiga permasalahan metode pembelajaran guru sejarah yang masih bersifat hafalan. Tidak dipungkiri bahwa banyak guru sejarah yang kesulitan dalam menyampaikan pembelajaran sejarah. Permasalahan ini cukup komplek, di antaranya masih banyak guru yang bukan dari lulusan Pendidikan Sejarah sehingga kurang menguasi metode pembelajaran khas sejarah, kurangnya daya dukung stakeholder dalam melatih dan mengembangkan kemampuan mengajar guru sejarah, sampai permasalahan politis.

Ibarat sebuah rumah, pembelajaran sejarah sudah memiliki pondasi. Namun penyokong tiangnya belum kokoh terpasang. Tiang tersebut adalah para guru, asosiasi, dosen, peneliti, dan penggerak sejarah. Saat inilah momentum untuk menyatukan persepsi dan rapatkan gerakan supaya tiang berdiri kokoh untuk menopang rumah sejarah.

Gerakan untuk memperbaiki pembelajaran sejarah idealnya dari hulu ke hilir. LPTK ataupun perguruan tinggi yang khusus menyiapkan guru sejarah dipersiapkan benar-benar. Tersedianya pelatihan metode pembelajaran sejarah yang berkelanjutan sangat diperlukan guru-guru sejarah. Peran pemerintah, asosiasi dan peneliti sejarah juga sangat penting dalam mendukung infrastruktur pembelajaran sejarah menjadi lebih baik lagi ke depannya, semoga.***

Penulis adalah Guru Sejarah.