MPR Sebut Nadiem Buta Sejarah, Kemendikbud Bantah tak Ada Penghapusan

Share

DIDIKPOS.COM – Wakil Ketua MPR RI, Jazilul Fawaid, menilai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, buta sejarah. Untuk itu, Mendikbud harus kembali belajar soal sejarah pendidikan di Indonesia.

“Untuk merumuskan visi dan misi pendidikan ke depan, Mendikbud harus belajar lagi, supaya tidak mudah begitu saja menghilangkan pelajaran sejarah dari kurikulum SMA,” tandas Jazilul, dikutip Liputan6.com, Sabtu (19/9/2020) di Jakarta.

Pernyataan itu disampaikan Jazilul menyikapi rencana Kemendikbud yang akan menghilangkan mata pelajaran Sejarah dalam kurikulum terbaru SMA.

Menurutnya, langkah Mendikbud tersebut justru telah melemahkan visi pendidikan dan mental bangsa.

“Ini jelas langkah mundur, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah, ‘Jasmerah’,” tegasnya.

Kebijakan itu, menurutnya, akan membuat generasi muda Indonesia terancam identitas dan jati dirinya sehingga bukan tidak mungkin di masa mendatang Indonesia akan bubar.

“Percayalah, lambat laun, Indonesia akan kehilangan identitas, jatidiri. Kebijakan ini lahir dari Mendikbud yang buta sejarah dan kurang paham pentingnya sejarah,” tambahnya.

Sementara Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud Totok Suprayitno menegaskan bahwa kabar pelajaran sejarah akan keluar dari kurikulum tidak benar.

“Kemendikbud mengutamakan sejarah sebagai bagian penting dari keragaman dan kemajemukan serta perjalanan hidup bangsa Indonesia, pada saat ini dan yang akan datang,” kata Totok, dalam siaran pers, Sabtu (19/9/2020).

Totok menjelaskan, sejarah merupakan komponen penting bagi Indonesia sebagai bangsa yang besar sehingga menjadi bagian kurikulum pendidikan.

“Nilai-nilai yang dipelajari dalam sejarah merupakan salah satu kunci pengembangan karakter bangsa,” tegasnya.

Dikatakannya, Kemendikbud terus mengkaji rencana penyederhanaan kurikulum pendidikan guna meningkatkan kualitas pendidikan nasional.

Kajian ini, kata dia, dilakukan dengan memperhatikan berbagai hasil evaluasi implementasi kurikulum baik yang dilakukan pemerintah maupun masyarakat serta perubahan paradigma keragaman, bukan keseragaman dalam implementasi kurikulum.

“Rencana penyederhanaan kurikulum masih berada dalam tahap kajian akademis” ujar Totok.

Ia mengatakan penyederhanaan kurikulum masih tahapan awal karena membutuhkan proses dan pembahasan yang panjang.

Totok menambahkan penggodokan penyederhanaan kurikulum dilakukan dengan prinsip kehati-hatian serta akan melibatkan seluruh pemangku kepentingan pendidikan.

“Dalam proses perencanaan dan diskusi ini, tentunya Kemendikbud sangat mengharapkan dan mengapresiasi masukan dari seluruh pemangku kepentingan pendidikan, termasuk organisasi, pakar, dan pengamat pendidikan, yang merupakan bagian penting dalam pengambilan kebijakan pendidikan,” terang Totok. (des)***