Pantun Jadi Warisan Budaya Takbenda Dunia, namun Dirjen Kebudayaan Keluhkan Soal Ini

Share


DIDIKPOS.COM – Pantun telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh Unesco. Untuk itu, Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hilmar Farid, mendorong agar guru lebih aktif mengenalkan pantun kepada siswa.

Menurut Hilmar, kendati sudah masuk dalam muatan lokal mata pelajaran bahasa Indonesia di beberapa sekolah di Indonesia, namun pantun belum mendapat sorotan penuh di seluruh sekolah.

“Sebetulnya itu berlaku untuk seluruh sekolah diajarkan pantun di sekolah. Tapi mungkin belum mendapat highlight. Dengan penetapan ini kita berharap ini bisa ditonjolkan,” katanya, pada konferensi pers daring Penetapan Pantun sebagai Warisan Budaya Takbenda Unesco, Jumat (18/12).

Hilmar menjelaskan, pantun perlu diperkenalkan kepada siswa karena akan dapat melatih anak bermain dengan kata, menyenangi kata dan mengetahui akan rima.
Lanjutnya, meski penting dipelajari di pendidikan namun pantun tidak perlu dibuat dalam satu pelajaran khusus.

“Para guru untuk lebih aktif mengangkat tradisi lisan ini dalam kegiatan di sela pelajaran. Misalnya ada satu hari berpantun di mana anak-anak bisa mengarang tentang pantun apa saja di pagi hari sebelum memulai pelajaran,” ujarnya.

“Bermain dengan kata. Bisa jenaka, bisa lucu, bisa juga serius dan mengungkapkan apa yang dalam ada dalam hatinya itu akan luar biasa dampaknya bagi pengembangan karakter,” terangnya.

Tradisi ke-11

Diketahui, pantun ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh Unesco. Pantun menjadi tradisi budaya Indonesia yang ke-11 yang diakui badan khusus PBB ini.

Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid, mengatakan, penetapan ini dilakukan pada Kamis(17/12/2020) dalam sidang Unesco pada sesi ke-15 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage yang diadakan secara daring.

Nominasi Pantun yang diajukan secara bersama oleh Indonesia dan Malaysia ini menjadi tradisi budaya Indonesia ke-11 yang diakui oleh UNESCO. Setelah sebelumnya Pencak Silat diinskripsi sebagai Warisan Budaya Takbenda pada 12 Desember 2019.

Hilmar menjelaskan, pantun ini berhasil ditetapkan sebagai Intangible Cultural Heritage atau Warisan Budaya Takbenda setelah diajukan bersama Indonesia dan Malaysia. Hilmar menuturkan, penetapan ini adalah sebagai penanda untuk melestarikan salah satu tradisi lisan Indonesia ini.

“Penetapan ini hanya awal dan bukan akhir perjalanan. Tapi sebuah penanda yang penting di dalam perjalanan panjang kita untuk terus melestarikan kebudayaan,” katanya.

Hilmar menuturkan, pantun merupakan tradisi unik di negeri ini. Pantun adalah bentuk syair melayu yang digunakan untuk mengungkapkan gagasan, pemikiran hingga emosi. Dia menjelaskan, pantun pun tidak hanya hidup di Indonesia namun juga di Malaysia, sebagian Thailand, Filipina bagian selatan dan juga Brunei.

Hilmar pun berterima kasih kepada komunitas di tanah air yang telah mengusulkan pantun ini ke Unesco. Seperti Asosiasi Tradisi Lisan (ATL), Lembaga Adat Melayu, Komunitas Joget Dangdung Morro, Komunitas Joget Dangdung Sungai Enam, Komunitas Gazal Pulau Penyengat dan Sanggar Teater Warisan Mak Yong Kampung Kijang Keke.

“Kami ucapkan selamat dan terima kasih kepada semua pihak yan telah menyumbangkan tenaga, waktu dan pikiran untuk memastikan nominasi ini bisa ditetapkan,” ujarnya.

Hilmar menuturkan, proses pengajuan pantun ke Unesco ini sudah sejak 2018 dilakukan oleh komunitas di Indonesia. Kemudian pada saat melakukan riset, Indonesia menjalin komunikasi dengan Malaysia yang menyambut baik untuk menominasikan pantun ini secara bersama-sama ke Komite Intangible Cultural Heritage UNESCO.

“Hal ini menjadi bukti bahwa hubungan diplomatik melalui jalur kultural ini ternyata sangat efektif. Kita berharap, di masa mendatang kita bisa bekerja sama dengan negara-negara lain juga untuk mengusulkan warisan budaya lain yang kita miliki,” pungkasnya. (des)***