News  

Ketua Yayasan Indonesia Mengaji: 65 Persen Muslim Indonesia tidak Bisa Baca Alquran

Share

DIDIKPOS.COM – Sebanyak 65 persen dari jumlah penduduk Indonesia beragama Islam tidak bisa membaca Alquran.

Data ini mengacu pada kajian dan penelitian mendalam oleh organisasi pemuda Islam dan tokoh-tokoh pemuda Islam.

Pernyataan itu disampaikan Ketua Yayasan Indonesia Mengaji, Komjen Pol. Syafruddin, menyampaikan, saat soft launching ‘Indonesia Mengaji untuk Kemakmuran dan Kedamaian Bangsa’ secara daring, Senin (12/4/2021).

“Dari semua penduduk Indonesia beragama Islam, yaitu 87,2 persen dari jumlah penduduk Indonesia, ternyata hanya 35 persen yang bisa membaca Alquran, jadi 65 persen itu tidak bisa membaca Alquran, apalagi hafiz Alquran,” katanya.

Syafruddin menyebutkan, berdasarkan hasil sensus penduduk 2020, jumlah penduduk Indonesia 273.500.000 jiwa. Dari jumlah ini, persentase umat Islam yakni 87,2 persen atau setara 229 juta jiwa. Sehingga, Indonesia menjadi negara dengan penduduk Islam terbanyak di dunia.

“Akan disalip India lima-10 tahun lagi. Indonesia akan jadi nomor dua, nomor satu adalah India karena India sekarang sudah berpenduduk 180 juta. Ini data Global Religious Futures. Karena itu, kita perlu betul-betul memperhatikan data-data ini dari tahun ke tahun paling tidak 10 tahun terakhir, dari 2010 ke 2020,” kata dia.

Berdasarkan data tersebut, beberapa organisasi pemuda Islam dan tokoh-tokoh pemuda melakukan penelitian yang mendalam tentang kemampuan membaca Alquran di kalangan umat Muslim Indonesia. Alhasil, ditemukan, hanya 35 persen atau sekitar 80 juta penduduk Muslim di Indonesia yang bisa membaca Alquran.

“Kita melakukan kajian mendalam, terhadap data 229 juta tadi itu, terutama dari para organisasi pemuda Islam dan tokoh-tokoh pemuda. Sehingga sampailah kita pada data yang akurat tersebut,” ujar Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) itu.

Berbagai Kalangan Usia

Syafruddin menjelaskan, muslim yang tidak bisa membaca Alquran ada di berbagai kalangan usia. Mulai dari usia anak-anak, pemuda 20-30 tahun, hingga lansia.

Karena itu, Yayasan Indonesia Mengaji mendorong menghasilkan satu juta hafiz Alquran. Ini sekaligus melanjutkan cita-cita almarhum Syekh Ali Jaber dan para tokoh Islam yang sedang berjuang di jalan itu.

“Sekolah mengaji untuk kalangan pemuda usia 20-30 tahun itu tidak ada, apalagi lansia. Maka kita harus mendorong di semua lini, bukan hanya di kalangan anak-anak, tetapi juga di level pemuda dan lansia. Itu yang menjadi kegelisahan kita,” ungkap dia.

Syafruddin berharap, pengentasan buta aksara Alquran ini bisa dientaskan dalam 5 tahun ke depan dengan capai 15-20 persen. Sehingga pada 5 tahun selanjutnya, persentase pengentasan buta aksara Alquran ini bisa mencapai lebih dari 50 persen.

“Saya sampaikan kepada tokoh-tokoh pemuda Islam, pemimpin muda Islam, bahwa Prof Nasaruddin Umar dan saya hanya mengantar di-soft launching dan di-grand launching, setelah itu Anda semua yang melanjutkan. Bukan tugas kami, kami sudah lansia,” ucapnya.

Malu Jadi Ilmuwan Islam

Ketua Dewan Pembina Yayasan Indonesia Mengaji sekaligus Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Nasaruddin Umar menyampaikan, data yang disampaikan Syafruddin selaku penggagas Indonesia Mengaji seharusnya menyentak setiap Muslim.

“Malu kita menjadi seorang tokoh atau ilmuwan Islam, kita sibuk bicara yang tinggi-tinggi, tetapi justru pengetahuan dasar membaca Alquran tidak bisa. Bagaimana kita sholat kalau tidak bisa membaca Alquran, bagaimana kita melakukan amar makruf nahi mungkar kalau tidak bisa baca Alquran. Bagaimana kita bisa melakukan sesuatu yang besar untuk Islam kalau kitab sucinya tidak bisa kita baca,” jelasnya.

Nasaruddin menambahkan, mukmin yang sejati tentu akan mendukung Yayasan Indonesia Mengaji ini.

“Saya hanya menanti uluran tangan seluruh pihak. Muda, tua, segala umur, mari kita perjuangkan gagasan luhur ini,” katanya.

Nasaruddin juga mengajak agar di bulan suci Ramadhan ini umat Muslim Indonesia melakukan sesuatu untuk Alquran. Sebab, Alquran bukanlah benda mati.

Orang dengan Alquran saling menafsirkan diri satu sama lain.
“Jadi bukan hanya bisa memahami Alquran, tetapi Alquran itu juga mampu memahami kita. Jangan pernah merasa rugi kalau memberikan kepedulian kepada Alquran,” ujarnya.***

Sumber: Republika.co.id