Oleh S.S. Wangsakrama
APAPUN judulnya, pendidikan itu wajib bagi setiap manusia. Betapa pentingnya ilmu yang merupakan modal penting bagi kehidupan. Sayang bila waktu kita sia-siakan walau sesaat. Padahal waktu adalah bagian penting dari pendidikan itu sendiri.
Bahkan, kita pahami bahwa pendidikan itu hak setiap warga negara. Jadi, jelas bagi Pemerintah kala melayani rakyatnya dalam hal belajar, baik formal, informal, maupun non-formal.
Pendidikan sebuah proses untuk meningkatkan mutu kehidupan. Target utama proses tolabul ilmi adalah meningkatnya iman, taqwa, dan keterampilan manusia sebagai subjek didik. Sejak dulu sering kita baca kata-kata tersebut di dinding-dinding sekolah. Tujuannya tidak lain, bahwa semua harus menyadari akan target di atas. Moralita berbudaya mutlak adanya.
Begitupun elemen pendukung suksesnya pendidikan hendaknya dioptimalkan. Seperti kurikulum, siswa, guru, orangtua yang semuanya dikelola oleh Pemerintah, maka amat penting adanya. Salah satu saja yang abai akan target, maka ketimpangan pasti terjadi.
Aplikasi lebih penting bila dibandingkan dengan angka hasil evaluasi pembelajaran belaka. Kita jangan terjebak pada prestasi berupa nilai angka pada raport, transkrip saja. Karena aplikasi di masyarakat teramat penting. Contoh, manakala seorang murid belajar agawa dan bahasa, maka harapannya anak bermoral dan santun.
Seperti ringan saja contoh tersebut, tapi itulah selayaknya. Terlepas dari nilai angka di selembar kertas. Nilai kepribadian yang mesti dinomorsatukan.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mendukung tahapan tersebut. Namun penting bagi semua untuk memberi keteladanan. Bagaimana tindakan generasi tua akan menjadi contoh prilaku generasi berikutnya. Ing ngarso Sung tulodo, ing nadyo mangun karso, serta Tut Wuri Handayani.
Sayang bila faktor pendukung tidak optimal. Padahal persaingan hidup terus melaju menembus batas. Era global, era pandemi, dan pascapandemi kiranya dapat mengubah kita ke arah yang lebih bijak dalam bersikap. Kurikulum yang diperbarui dan disempurnakan diharapkan mampu menggerakkan hati kita dalam meneladani generasi nanti.
Kini, saat tepat bagi kita untuk lebih memanfaatkan segala sesuatu demi pembelajaran. Siapapun harus mampu menjadi pembimbing, pembina, dan penggiat pendidikan.
Pendidikan dan pembelajaran bisa masuk ke celah kehidupan. Bidang apapun.
Pandangan terhadap pendidikan tidak boleh dari sisi kepentingan saja. Mari memandangnya dari berbagai arah. Kacamata kuda bukan tak baik, tapi terlalu naif untuk pendidikan yang amat luas dan lengkap. Kita tidak harus meremehkan titel atau ijazah. Tapi jangan pula lupakan nilai pribadi dan harga diri manusianya. Keterampilan yang dibalut dengan karakter beradab dan bermoral adalah mutlak bagi bangsa Indonesia yang kita cintai.
Sudah selayaknya kini menghargai pendidikan sebagai karakter bangsa, bukan karena ijazah malah melupakan nilai lokal yang sebenarnya. Ibarat makan. Rasa itu penting karena bumbu. Tapi jangan lupakan kandungan gizi di dalamnya. Lezat di mulut harus pula enak di perut!
Kebutuhan manusia tak sekadar profesi dan harga diri, melainkan keikhlasan menjalani. Pendidikan adalah proses untuk berproses.
Mari menjadi individu peduli dan insan edukasi hakiki. ***
Penulis adalah pengamat pendidikan, lahir di Cikidang, Wanareja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Redaksi didikpos.com menerima tulisan dari pembaca berupa artikel, feature, essay. Tulisan dikirimkan melalui email: didikposmedia@gmail.com.