Opini  

Pelajaran Sejarah dalam Tubir Penghilangan?

Share

Oleh Catur Nurrochman Oktavian

DUNIA pendidikan kembali heboh. Setelah gaduhnya POP telah berlalu, kini dunia pendidikan kembali dibuat resah. Berawal dari rencana penyederhanaan Kurikulum 2013 yang dalam draftnya tercantum jelas bahwa peserta didik di jenjang SMA kelas 10 meneruskan mata pelajaran dari SMP sebagai pondasinya. Dalam draft tersebut mata pelajaran Sejarah yang semula wajib diberikan di kelas 10, menjadi tidak ada, dan menjadi bagian dari IPS. Kalau pun ada di kelas 11 dan 12  hanya menjadi peminatan di kelompok ilmu sosial.

Para guru, dosen, dan praktisi pendidikan sejarah terutama yang bergabung di Asosiasi Profesi Guru Sejarah, Forum Komunikasi Guru IPS nasional, Ikatan Alumni Pendidikan Sejarah UPI Bandung, Perkumpulan Program Studi Pendidikan Sejarah se-Indonesia pun bereaksi. Dalam webinar via zoom meeting yang diselenggarakan pada Kamis, 17 September 2020 dengan tema “Matinya Sejarah: Kritik Terhadap Rancangan Kurikulum 2020”, mereka menolak reduksi mata pelajaran sejarah dengan hanya menjadikan bagian dari Ilmu Pengetahuan Sosial di kelas X dan mata pelajaran pilihan di Kelas XI dan XII pada kelompok Ilmu Sosial. Para guru dan dosen yang tergabung dalam berbagai asosiasi profesi tersebut juga menolak penghapusan mata pelajaran Sejarah pada jenjang SMK dalam draft penyederhanaan kurikulum tersebut. Menurut catatan panitia, webinar ini diikuti lebih dari 5000 orang melalui platform zoom dan live streaming kanal youtube. Para peserta ini berasal dari kurang lebih 1000 sekolah, dan 150 perguruan tinggi.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pun segera merespon. Melalui siaran pers Kemendikbud Nomor: 264/Sipres/A6/IX/2020 berjudul Pelajaran Sejarah akan Tetap Ada di dalam Kurikulum, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan, Totok Suprayitno menyampaikan bahwa rencana penyederhanaan kurikulum masih tahapan awal dan berada dalam tahap kajian akademis. Kemendikbud melalui Kabalitbangnya mengatakan sejarah diutamakan dan sebagai bagian penting dari keragaman dan kemajemukan serta perjalanan bangsa Indonesia, pada saat ini dan yang akan datang. Intinya dalam siaran pers tersebut, Kemendikbud membantah kabar bahwa pelajaran sejarah akan keluar dari kurikulum.

Namun, isi siaran pers Kemendikbud sendiri sebenarnya hambar, membuat makin simpang siur, dan tidak meyakinkan. Draft sosialisasi rencana penyederhanaan kurikulum tersebut jelas dan tegas menjelaskan adanya reduksi tentang mata pelajaran Sejarah di SMA dan SMK, tetapi siaran persnya berkata lain. Dalam draft penyempurnaan tersebut posisi mata pelajaran Sejarah berada dalam tubir penghilangan. Meski masih berbentuk draft dan dalam taraf pengkajian, tetapi pikiran awal dalam draft penyederhanaan kurikulum telah jelas mengikis eksistensi pelajaran Sejarah yang kemudian dalam siaran persnya dibantah dan sejarah dikatakan penting. Kemendikbud pun telah menyatakan terbuka mendengarkan masukan, gagasan, dan pikiran dari masyarakat termasuk suara para guru. Penting sekali mendengarkan masukan dari akar rumput, karena sejatinya manusia diciptakan dengan dua telinga dan satu mulut. Filosofinya, kita harus lebih banyak mendengar.

Pendidikan bukan sekadar pabrik mencetak generasi penerus sesuai pesanan industri kerja. Pendidikan adalah penyemaian bibit-bibit generasi muda yang berkarakter dan berwatak Pancasila. Pelajaran Sejarah berkontribusi penting untuk memberikan pemahaman dan penanaman nilai perjalanan suatu bangsa kepada generasinya sehingga terbentuk watak suatu bangsa. Jangan sampai generasi penerus melupakan jati diri bangsanya. Pendidikan adalah memanusiakan manusia. Mengutip rumusan prinsip PK Ojong─ salah satu pendiri harian Kompas─ dalam sebuah tulisan, bahwa “watak yang baik merupakan hal terpenting dibandingkan keterampilan, karena keterampilan dapat ditingkatkan lewat pelatihan.” Lebih baik membekali peserta didik kita dengan watak yang baik daripada kita mengharapkan mereka pandai dan terlatih. Penanaman watak yang baik meliputi jujur, disiplin, sederhana, kerja keras, berinisiatif, bersedia menerima pendapat orang, mau berbagi dan adil, salah satunya dapat diperoleh dari pelajaran Sejarah karena salah satu fungsi pelajaran Sejarah adalah mengembangkan keteladanan dan karakter dari para tokoh. Selain itu, sejarah berperan penting pula dalam mengembangkan jati diri bangsa, mengembangkan memori kolektif sebagai suatu bangsa,  mengembangkan kepedulian sosial bangsa, mengembangkan inspirasi dan kreativitas, serta membangun nasionalisme yang produktif.

Kata Bung Karno, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah (jas merah). Jangan sampai kita dikutuk generasi masa lalu dan disesali generasi masa depan, karena kita telah meninggalkan sejarah dan sengaja meletakkannya dalam tubir penghilangan.***

Penulis adalah Ketua Departemen Penelitian dan Pengabdian Masyarakat PB PGRI, Guru IPS SMP Negeri 1 Kemang, Kabupaten Bogor