DIDIKPOS.COM – Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, mempertanyakan, nasib guru honorer yang mayoritas bergaji sangat kecil namun tidak termasuk dalam cakupan klasifikasi penerima bantuan sosial (bansos) dari pemerintah.
“Coba kita tengok bagaimana nasib para guru honorer, baik di sekolah negeri apalagi swasta, dari jenjang PAUD sampai SMA/SMK, mereka sampai saat ini sama sekali tidak mendapatkan bansos yang secara eksplisit teranggarkan bagi mereka,” kata Ledia, dikutip Republika.co.id, Rabu (26/8/2020).
Diketahui, pemerintah menggelontorkan bansos untuk masyarakat yang terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Bantuan mulai suntikan dana untuk pengusaha mikro, kecil, dan ultra mikro hingga subsidi bagi para karyawan bergaji di bawah Rp 5 juta.
Menurut Ledia, ada sekitar 900 ribu guru honorer di seluruh Indonesia yang tersebar di sekolah negeri dan swasta. Rata-rata, mereka hanya mendapatkan gaji ratusan ribu.
Bahkan, ada yang hanya mendapatkan gaji di bawah Rp 500 ribu per bulan untuk masa bakti lebih 10 tahun.
“Bagi mereka bansos sebesar Rp 600 per bulan sebagaimana yang diperoleh para karyawan bergaji di bawah Rp 5 juta, misalnya, jelas akan membantu kehidupan mereka. Namun sekali lagi, sayangnya berbagai bantuan sosial ini tidak ada yang teranggarkan bagi mereka,” kata dia.
Ledia memahami kepentingan pengganggaran bansos, yakni merosotnya daya beli masyarakat pada masa pandemi. Kendati demikian, ia berharap segala bentuk belanja bansos tersebut tetap harus tepat sasaran.
Selama ini, lanjutnya, yang mendapat bansos adalah masyarakat yang masuk dalam data DTKS. Sementara data DTKS sendiri banyak yang tidak valid.
“Maka pemutakhiran data pun menjadi satu hal yang krusial termasuk bagaimana pemerintah harus membuat cakupan klasifikasi yang lebih tepat sasaran agar semua masyarakat yang memenuhi syarat, termasuk di dalamnya adalah para guru honorer bisa merasakan manfaatnya,” ujarnya. (haf)***