Opini  

Pengawas Visioner; Antara Harapan dan Kenyataan

Share

Oleh Yuyun Juariah


DALAM
Pasal 1 ayat (2) Permeneg PAN & RB Nomor 21 Tahun 2010 disebutkan bahwa Pengawas Sekolah adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab, dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan. Regulasi tersebut ditindaklanjuti oleh Peraturan bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 01/III/PB/2011. Nomor 6 Tahun 2011 serta Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 143 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya.

Pasal 15 ayat (4) butir d Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru dinyatakan bahwa guru yang diangkat dalam jabatan Pengawas Satuan Pendidikan melakukan tugas pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan tugas pengawasan. Tugas pengawasan yang dimaksud adalah melaksanakan kegiatan pengawasan akademik dan manajerial. Tugas pokok Pengawas Sekolah juga tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 143 Tahun 2014. Hal ini seiring dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya, dalam Bab II Pasal 5 diatur bahwa tugas pokok pengawas sekolah adalah melaksanakan tugas pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan yang meliputi penyusunan program pengawasan, pelaksanaan pembinaan, pemantauan pelaksanaan delapan Standar Nasional Pendidikan, penilaian, pembimbingan dan pelatihan profesional guru, evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan, dan pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus.

Dengan demikian, pengawas sekolah dituntut mempunyai kualifikasi dan kompetensi yang memadai untuk mampu melaksanakan tugas pengawasan. Kualifikasi dan kompetensi yang dimaksud adalah kompetensi yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007, yaitu kompetensi kepribadian, supervisi manajerial, supervise manajerial, evaluasi pendidikan, penelitian dan pengembangan, dan kompetensi sosial.

Pemahaman akan tugas pokok sangat penting dimiliki oleh seorang pengawas, dan tentunya pemahaman yang utuh terhadap peran dan fungsi ini akan berpengaruh besar bagi aktifitasnya ketika menjalankan tugas di lapangan. Dinas Pendidikan Kota Bandung pada bulan Juli tahun 2016 mengangkat beberapa orang pengawas yang berasal dari guru mata pelajaran dan guru kelas untuk menduduki posisi pengawas jenjang TK, SD, SMP, SMA dan SMK.

Pengangkatan pengawas ini memiliki tujuan utama yaitu percepatan tercapainya RENSRA PENDIDIKAN BANDUNG JUARA, dengan visi Terwujudnya Layanan Pendidikan Bermutu, Berkeadilan, dan Berwawasan Lingkungan. Pengawas sebagai penjamin mutu pendidikan harus mampu mengawal lahirnya pendidik dan tenaga kependidikan yang professional, serta kepala sekolah yang memiliki kepemimpinan visioner dan manajemen sekolah yang akuntabel, transparan, partisipatif dan berbasis ICT.

Harapan yang besar ini merupakan sebuah tantangan bagi para pengawas. Untuk itu, diperlukan kerja keras dan kerja cerdas; dimulai dari penyusunan program kerja yang sesuai dengan visi dinas pendidikan kota, pelaksanaan program yang terstruktur dan terkontrol sesuai program yang telah dibuat dan adanya evaluasi keterlaksanaan program secara berkala.

Pada tulisan ini, penulis menyoroti secara langsung peran pengawas yang tercantum dalam Pasal 15 ayat (4) butir d Peraturan pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, bahwa pengawas memiliki tugas pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan tugas pengawasan. Tugas pengawasan yang dimaksud adalah melaksanakan kegiatan pengawasan akademik dan manajerial. Tulisan kali ini, penulis berfokus kepada tugas pengawasan akademik.

Pada pengawasan akademik, pengawas melaksanakan tugas pembinaan, pemantauan, penilaian, serta pembimbingan dan pelatihan profesional guru pada aspek kompetensi guru dan tugas pokok guru. Tujuan pembinaan guru dalam pengawasan akademik adalah meningkatkan kompetensi guru meliputi kompetensi: pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional yang dibuktikan dengan meningkatnya kinerja guru.

Indikator keberhasilan pengawas dalam melakukan pembinaan guru adalah meningkatnya kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional guru dalam melaksanakan kegiatan pokok guru pada setiap sekolah binaan. Agar pengawas dapat bekerja maksimal, maka keberhasilan kerja pengawas sangat ditentukan pula oleh pendekatan/metode/teknik yang digunakan. Pendekatan dapat dipilih dari direktif,non direktif, klinik, kolaboratif. Metode yang dikembangkan FGD atau Delphi dan teknik dipilih berdasarkan bentuk kegiatan antara lain individu dan kelompok (kunjungan kelas, observasi kelas).

Kebijakan Dinas Pendidikan Kota Bandung yang menekankan peran dan fungsi pengawas mata pelajaran menuai banyak opini pro dan kontra para praktisi pendidikan. Bagi mereka yang berfikiran positif, kebijakan ini disambut gembira, karena pengawas diharapkan mampu secara langsung membina semua guru di sekolah negeri maupun swasta. Guru sebagai ujung tombak keberhasilan pendidkan dalam melaksanakan tugasnya akan dikawal langsung oleh pengawas yang berperan sebagai penjamin mutu, sehingga kinerja mereka diharapkan sesuai dengan standar proses pendidikan yang tercantum dalam Permendikbud Nomor 22 tahun 2016.

Kenyataan di lapangan, banyak praktisi pendidikan yang apriori dan berpikiran negatif. Lahirnya kebijakan pengawas mata pelajaran ini menuntut lebih banyak pengawas turun ke sekolah. Artinya, akan lebih besar biaya yang harus dikeluarkan sekolah dalam ‘melayani’ pengawas. Paradigma lama pengawas yang datang untuk menyerahkan lembar instrument berupa ceklis data yang biasanya kemudian dikerjakan kepala sekolah beserta staffnya dianggap menambah beban kerja mereka. Kehadiran pengawas juga dianggap sebagai beban bagi guru-guru yang terlanjur berada di ‘zona nyaman’. Guru yang terbiasa bekerja seadanya, kini dituntut terus meningkatkan kompetensi sehingga layanan pembelajaran yang diberikan kepada murid terus meningkat. Dampak tuntutan ini, guru harus mampu menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Rendahnya budaya baca, etos kerja yang minim dan wawasan yang sempit tentang kurikulum dari para guru menjadikan tantangan tersendiri yang harus dihadapi oleh pengawas mata pelajaran. Tantangan ini harus dihadapi pengawas melalui kerja keras dan keyakinan penuh bahwa semua yang dilakukan akan bernilai ibadah.

Bagaimana seharusnya pengawas bekerja? Sebagai seorang penjamin kualitas/mutu pendidikan, pengawas hendaknya menyadari tujuan utama pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan demikian, kesadaran pertama yang harus hadir dalam diri pengawas adalah bagaimana mengajak para guru agar menyadari tugas mulia yang diembannya, yaitu mengimplentasikan tujuan utama pendidikan nasional. Guru yang menjadi fasilitator pembelajaran peserta didik di kelas, sehingga peserta didik menjadi insan yang beriman dan bertakwa. Apabila target keimanan yang ditanamkan pengawas kepada guru tercapai, maka peserta didik melaksanakan pembelajaran didasari oleh keyakinan bahwa Allah SWT melihat apa yang dikerjakannya dan menilai semua usahanya dalam belajar. Keyakinan ini pada ahirnya melahirkan pengajar dan pembelajar yang kuat fikir dan dzikirnya.

Setelah berhasil mengajak para guru agar kembali pada fitrahnya menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, langkah selanjutnya yang dilakukan pengawas adalah membimbing para guru agar mau melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang baik. Pendekatan andragogie mutlak dipergunakan, karena bisa jadi dilihat usia dan pengalaman kerja antara para guru dengan pengawas sangat berbeda. Untuk itu, kode etik pengawas menjadi acuan dalam bersikap di lapangan.

Kemampuan pengawas lainnya yang mutlak diperlukan adalah membangun kerja sama yang baik di antara para pengawas, stake holder dinas pendidikan dan sekolah sebagai mitra kerja. Kerja sama yang baik akan melahirkan sinergi yang kuat sehingga tujuan kerja semua fihak dapat tercapai secara maksimal.

Kenyataan yang dihadapi dunia pendidikan Kota Bandung saat ini, secara ril merupakan pekerjaan rumah yang sangat besar bagi semua pihak. Untuk itu, diperlukan sinergi yang harmonis dalam mewujudkan visi Dinas Pendidikan Kota Bandung, yakni Terwujudnya Layanan Pendidikan Bermutu, Berkeadilan, dan Berwawasan Lingkungan.

Semoga, pengawas Kota Bandung diberi kekuatan mata batin yang jernih, menjadi pengawas yang visioner. Mengapa penulis mengharapkan pengawas visioner hadir di Kota Bandung? Karena, Pengawas visioner memiliki pandangan jauh ke depan untuk mewujudkan visi diri maupun visi lembaga tempatnya bekerja. Modal dasar seorang pengawas visioner dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya adalah; iklas, saba,r dan tawakal. Iklas diartikan sebagai kerja maksimal tanpa pamrih, karena berorientasi kepada ridho Allah. Sabar diartikan sebagai kerja sungguh-sungguh sesuai visi dan misi diri. Sedangkan tawakal diartikan sebagai bentuk kepasrahan diri yang maksimal akan keyakinan bahwa penilaian kerja yang tertinggi diperoleh dari Allah SWT.***

Penulis adalah Pengawas Pembina Wilayah Bandung Barat III.

Sumber: Majalah Guneman