DIDIKPOS.COM – Rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang akan menghapus mata pelajaran Sejarah juga mendapat reaksi dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).
Wasekjen FSGI, Satriwan Salim, mengatakan, FSGI mengkritisi proses uji publik penyederhanaan kurikulum yang disebut Kemendikbud tengah berlangsung saat ini.
“Dalam klarifikasi yang disampaikan Mendikbud Nadiem Makarim disebutkan bahwa Kemendikbud tengah melakukan uji publik terkait penyederhanaan kurikulum itu. Namun, kami merasakan tidak ada uji publik ya. Apa yang akan diuji publikkan? Wong produknya belum ada. Nah, pernyataan Mas Nadiem ini berbeda dengan kenyataan sesungguhnya,” kata Satriwan, Minggu (20/9/2020).
Seharusnya, kata Satriwan, ada diskursus ke publik terkait isi penyederhanaan kurikulum ini. Kemendikbud juga wajib menyampaikan apa dan bagaimana isi draf Rancangan Penyederhanaan Kurikulum yang dimaksud.
“Agar ada diskursus wacana, dialog antara pemerintah dengan semua pemangku kepentingan,” terangnya.
Satriwan meminta Kemendikbud percaya diri dalam menyampaikan draf-draf penyederhanaan kurikulum tersebut. Bagaimana alasan filosofis, akademis, pedagogis, dan sosiologis yang diambil dalam penyederhanaan kurikulum tersebut.
“Sampaikan ke masyarakat, libatkan asosiasi guru mata pelajaran, organisasi guru, LPTK (Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan), orang tua siswa dan sebagainya. Jangan hanya berdiskusi dengan think tank dari kelompok-kelompok tertentu saja,” sebut Satriwan.
Dia juga menyesalkan, materi pembahasan penyederhanaan kurikulum itu justru didapat dari draf-draf internal yang bocor dan beredar secara tidak sengaja ke publik. Padahal, pembahasan kurikulum adalah sebuah pekerjaan besar dunia pendidikan, sehingga membutuhkan banyak perspektif, usulan, dan masukan yang komprehensif.
“Libatkan seluruh pemangku kepentingan agar ada gotong royong. Saya juga tak antiperubahan kurikulum. Tapi prasyarat di atas wajib dipenuhi, agar ada partisipasi publik yang terbuka,” tegas Satriwan.
Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan isu perubahan kurikulum yang akan menghapus mata pelajaran sejarah pada jenjang SMA/SMK dan sederajat tidak benar. Sebab penyederhanaan kurikulum pendidikan nasional masih dalam proses pembahasan dengan berbagai pihak termasuk organisasi, pakar, dan pengamat pendidikan, yang merupakan bagian penting dalam pengambilan kebijakan pendidikan.
“Saya ingin mengklarifikasi beberapa hal karena saya terkejut betapa cepat informasi tidak benar menyebar mengenai isu mapel sejarah. Saya ingin mengucapkan sekali lagi bahwa tidak ada sama sekali kebijakan regulasi atau perencanaan penghapusan mata pelajaran sejarah di kurikulum nasional,” kata Nadiem melalui video instagram pribadinya, Minggu (20/9/2020).
Dia mengakui isu ini muncul dari draf sosialisasi Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbud yang dipresentasikan internal pada 25 Agustus 2020, lalu bocor ke publik.
Namun, draf yang tersebar ini, kata Nadiem bukan satu-satunya pilihan dalam penyederhanaan kurikulum.
“Kami punya banyak puluhan versi berbeda yang sekarang tengah melalui FGD dan uji publik, semuanya belum tentu permutasi tersebut yang menjadi final. inilah namanya pengkajian yang benar dimana berbagai macam opsi diperdebatkan secara terbuka,” jelasnya.
Nadiem juga menyebut proses penyederhanaan kurikulum nantinya juga tidak dilakukan secara langsung di semua sekolah melainkan dilakukan secara bertahap melalui uji coba mulai tahun depan.
“Penyederhanaan kurikulum tidak akan dilakukan sampai tahun 2022, di tahun 2021 kami akan melakukan berbagai macam prototyping di sekolah penggerak yang terpilih dan bukan dalam skala nasional,” imbuh Nadiem. (des)***