DIDIKPOS.COM – Satu tahun menakhodai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam kabinet Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin, Nadiem Makarim mendapat banyak kritikan.
Menanggapi kritikan itu, Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud, Evy Mulyani mengatakan pihaknya menghargai masukan dan pendapat sejumlah pihak tersebut.
“Fokus utama kami adalah untuk bekerja keras dan memberikan yang terbaik bagi peserta didik dan pendidik di Indonesia. Kemendikbud terbuka untuk bekerja sama dengan pihak mana pun yang berniat baik memberikan kontribusi positif guna mencapai tujuan ini,” kata Evy, Senin (26/10/2020).
Evy mengungkapkan, beragam transformasi yang kini dilakukan Kemendikbud saat pandemi Covid-19 merupakan upaya guna menciptakan masyarakat yang maju.
Transformasi yang tanggap dan berkelanjutan di bidang pendidikan dan kebudayaan, lanjutnya, bertujuan agar masyarakat dapat maju, bangkit, dan pulih, khususnya dari situasi pandemi Covid-19.
“Kemendikbud tak pernah tinggal diam. Misalnya, menghadirkan program penyesuaian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler, BOS Afirmasi, BOS Kinerja supaya dapat digunakan leluasa untuk kebutuhan sekolah di masa pandemi,” terangnya.
Evy menyebutkan, Kemendikbud juga membantu mahasiswa di tengah pandemi ini dengan melonggarkan pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) dengan cara mencicil. Selain itu, memberikan izin penundaan UKT, penurunan UKT, serta pemberian beasiswa dan bantuan infrastruktur.
“Penyaluran bantuan kuota data internet kepada seluruh guru, siswa, mahasiswa, dan dosen. Penyaluran bantuan kuota internet berjalan sesuai rencana, di mana pada Oktober periode pertama mencapai 35,7 juta peserta didik dan pendidik,” kata Evy.
Jalan di Tempat
Sebelumnya, Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menandaskan, kualitas pendidikan setahun terakhir masih jalan di tempat.
“Pendidikan kita masih jalan di tempat, bahkan mengalami kemunduran akibat pandemi dan kebijakan pendidikan yang tidak jelas arahnya,” cetus Ubaid, kepada wartawan, dikutip Liputan6.com, Selasa (20/10/2020).
Dia mempertanyakan langkah Jokowi menggabungkan pendidikan dasar serta menengah dengan pendidikan tinggi dalam satu kementerian. Menurut Ubaid, belum ada terobosan yang menonjol setelah dilakukan penyatuan tersebut.
“Meski pendidikan tinggi dan Dikdasmen (Pendidikan Dasar dan Menengah) sudah disatukan, tapi belum ada langkah terobosan atas sinergi ini. Bahkan misalnya, problem kualitas guru di sekolah masih menjadi urusan Dikdasmen, belum menjadi persoalan yang terintegrasi juga di perguruan tinggi (LPTK/Lembaga Pendidikan Tinggi Kependidikan),” papar dia.
Ubaid menilai, selama setahun ini pendidikan rakyat cenderung diabaikan. Pemerintah cenderung fokus memperhatikan pada pendidikan formal. Sementara pendidikan non formal dan pendidikan berbasis masyarakat tidak mendapat tempat dan perhatian pemerintah.
Kritikan pedas juga disampaikan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).
FSGI memberi rapor merah dengan skor 68 pada 1 tahun Nadiem Makarim sebagai Mendikbud.
“Kami akan memaparkan 1 tahun pendidikan Indonesia di bawah kepemimpinan Mas Menteri Nadiem, yang kemudian kami wujudkan dalam bentuk rapor dengan kriteria minimum KKM 75,” ujar Wasekjen FSGI Mansur saat konferensi pers virtual, Minggu (25/10/2020).
Mansur menjelaskan, FSGI memberi penilaian untuk 8 kebijakan Nadiem dalam 1 tahun menjadi Mendikbud. Penilaiannya, nilai 100 untuk penghapusan ujian nasional (UN), kurikulum darurat nilai 80, dan nilai 75 untuk asesmen nasional.
Lalu, FSGI memberi nilai 65 untuk bantuan kuota internet serta nilai 60 untuk hibah merek merdeka belajar dan relaksasi dana BOS.
Sedangkan untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ), FSGI memberi nilai 55. Adapun untuk program organisasi pergerakan (POP), diberi nilai 50. (des)***