Didikpos.com — Di tengah derasnya era serba digital, dampak negatif menjamurnya judi online (judol), pinjaman online (pinjol), maupun investasi bodong, masih menjadi perhatian serius pemerintah dan berbagai pihak, tak terkecuali Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).
Tak dipungkiri, judol maupun pinjol telah menyasar korban anak-anak remaja generasi emas bangsa. Kemendikdasmen menyebut, data per Juni 2024 menunjukkan sebanyak 4 juta anak Indonesia rentang usia 23-30 tahun terlibat judol dengan nilai transaksi Rp327 triliun. Mengerikan.
Fenomena tersebut dipaparkan Direktur SMA Ditjen PAUD Dikdasmen Kemendikdasmen, Winner Jihad Akbar, saat menjadi keynote speaker acara Seminar Publik dan Pemaparan Hasil Penelitian Dosen dan Mahasiswa STEI Napala di Gedung STEI Napala, Kampung Ciletuh RT 2/8, Desa Ciderum, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Sabtu, 15 Februari 2025.
Acara dalam rangka Milad ke-15 Yayasan Napala Islam Indonesia tersebut mengambil tema ‘Membangun Kemandirian Generasi Emas Melalui Pendidikan dan Kewirausahaan Syariah di Era Digital’.
Terkait tema dan dalam upaya menangkal fenomena yang sudah menguatirkan tersebut, Kemendikdasmen telah memiliki sejumlah langkah antisipatif maupun kuratif bagi anak-anak khususnya siswa dan mahasiswa agar tak terjerat judol maupun pinjol.
Winner memaparkan, hal pertama yang perlu diwaspadai adalah pola gaya hidup konsumerisme. “Akibat konsumerisme, belanja terus hingga besar pasak daripada tiang. Apalagi di zaman serba online yang makin mudah transaksi hanya melalui handphone sehingga membuat ketagihan. Akibatnya terjerat pinjaman online, paylater, hingga judi online untuk menutupi kebutuhan,” ungkapnya.
Winner menegaskan, Kemendikdasmen akan segera memberlakukan ekstrakurikuler, kokurikuler, maupun infrakurikuler yang diintegrasikan dalam Kurikulum Merdeka tentang literasi fintech atau financial technology dan artificial intelligence (AI) di semua sekolah tingkat dasar hingga menengah.
“Fintech perlu diajarkan di sekolah agar anak-anak, siswa atau mahasiswa ini dapat terhindar dari kesulitan maupun konsumerisme yang berujung pada judi online dan pinjaman online yang akhirnya dapat mengganggu konsentrasi belajarnya,” ujarnya.
Selain fintech, lanjut Winner, anak-anak usia sekolah perlu diajarkan AI guna piawai dan bijak dalam menggunakan teknologi sehingga dapat menambah kecerdasan teknologi dan terhindar dari investasi bodong, hacking, dan sejenisnya.
“Di samping itu Kemendikdasmen bakal terus mengupayakan melalui perekrutan agen-agen perubahan untuk dilatih di antaranya melalui agen SMA agar dapat berkampanye mencegah judol, pinjol, dan hal negatif lainnya melalui media sosial maupun melalui teman sebayanya,” papar Winner.
Ketua Dewan Pembina Yayasan Napala Islam Indonesia, Dr. H Ahmad Baeti Firdaus, M.Si, merespons positif paparan Direktur SMA Kemendikdasmen terkait pencegahan judol maupun pinjol khususnya di kalangan anak-anak usia sekolah maupun langkah-langkah dan solusi yang bisa dilakukan.
“Memang perlu kerja sama semua unsur. Perlu pengawasan yang ketat dari orangtua maupun lembaga sekolah. Yang paling penting lagi adalah agama sebagai bentengnya. Saya sangat setuju literasi fintech maupun AI dimasukkan dalam kurikulum sebagai salah satu upaya filter,” ungkapnya.
Hadir pula dalam kesempatan tersebut Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Bogor H Ahmad Syukri, Sekretaris Dinas (Sekdis) Pendidikan Kabupaten Bogor, Ketua STEI Napala, Dr. Kholifatul Husna Asri, perwakilan DPMD Kabupaten Bogor, dosen-dosennya STEI Napala, perwakilan Forkopimcam Caringin, tokoh masyarakat, dan tokoh agama setempat.
(Acep Mulyana)