Didikpos.com — Program ketahanan pangan kerap digembor-gemborkan pemerintah. Tapi anehnya, soal pendidikan ketahanan pangan belum pernah masuk dalam kurikulum pendidikan formal di tingkat sekolah dasar.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 belum diterapkan secara maksimal apalagi terkait pendidikan ketahanan pangan yang belum tercantum secara spesifik. Padahal, berbicara ketahanan pangan erat kaitannya dengan keberlangsungan hidup manusia dan dibutuhkan setiap detiknya.
Belum diliriknya soal pendidikan ketahanan pangan hingga belum terintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan formal disoroti tajam oleh Ketua Umum Forum Komunikasi Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Provinsi Jawa Barat, Muhamad Nursobah.
“Berbicara ketahanan pangan itu bukan sekadar soal produk atau sumber makanan. Perlu dipahami bahwa sumber ketahanan pangan utama itu adalah udara, air, baru sumber makanan. Sehingga berbicara ketahanan pangan erat kaitannya dengan kehidupan manusia agar mampu survive bertahan hidup,” ungkapnya, Selasa (1/8/2023).
Nursobah pun menggambarkan mirisnya ketahanan pangan dalam realitas kehidupan saat ini. “Alam Indonesia ini sangat kaya. Tapi saya miris, jagung, singkong, bahkan beras saja masih impor. Setiap pagi sudah umum di masyarakat kita disuguhi bahan impor. Contohnya gorengan, kebanyakan bahannya dari terigu yang berbahan dasar gandum. Indonesia tidak punya gandum ungkapnya,” bebernya.
Oleh karena itu, Nursobah berpendapat sudah saatnya pemerintah mulai serius menerapkan pendidikan ketahanan pangan. “Dimulai dari pendidikan ketahanan pangan yang wajib masuk dalam kurikulum formal di sekolah tingkat dasar. Sejak anak-anak usia dini harus diberikan pelajaran ketahanan pangan baik secara teori maupun praktik agar timbul kesadaran dalam dirinya,” tegasnya.
baca juga: Tiga Pramuka Al-kahfi Terbang ke Korea, Ikuti Jambore Dunia ke-25
Menurut eks Sekjen FKP4S Nasional ini, ketahanan pangan tidak bisa dipisahkan dalam penanganannya. “Tapi harus terintegrasi. Ibarat mengurus sebatang pohon agar tumbuh subur dan memberikan manfaat bagi manusia, butuh pupuk, lahan, air dan sinar matahari yang cukup serta perlindungan dari hama dan penyakit. Hal ini perlu dipahami karena dampak lainnya juga akan terkait. Kebijakan pemerintah akan berperan dalam menjaga keberlangsungannya,” terang dia.
Nursobah mengakui dirinya bersama organisasi P4S kerap berjuang agar pendidikan ketahanan pangan ini serius ditangani pemerintah hingga bisa masuk ke dalam kurikulum pendidikan formal.
“Maka ke depan kita butuh sosok pimpinan dan wakil rakyat yang siap berjuang bersama pelaku usaha tani membuat peraturan tentang pendidikan ketahanan pangan dan diaplikasikan di lembaga pendidikan dasar formal. Kami berharap Kabupaten Bogor sebagai mercusuar pendidikan pertanian dapat menjadi kabupaten terdepan dalam menerapkan pendidikan ketahanan pangan dalam sistem pendidikan mulai dari pendidikan usia dini hingga lanjut. Sehingga setiap anak akan memiliki kesadaran dan bisa survive,” imbuh Nursobah.
(Acep Mulyana)