Opini  

Mengukur Profesionalisme Guru

Share

Oleh Rudianto

PERJALANAN citra profesi guru sangat berliku. Guru sempat menjadi profesi buangan, lalu menjadi profesi pilihan, dan kinI menjadi profesi incaran. Guru menjadi incaran semenjak ada tunjangan sertifikasi guru (tunjangan profesi guru).

Sertifikasi guru sudah digelar sejak 2006. Sembilan tahun sudah sebagian guru menikmati tunjangan profesi guru sebesar satu kali gaji pokok perbulan. Predikat ‘Umar Bakri’ yang dahulu melekat pada guru mulai pudar. Guru kini bisa hidup lebih dari layak. Tidak ada lagi alasan guru tidak mengajar karena “ngojek” untuk menambah penghasilan. Pertanyaannya, sudahkah guru menunjukkan kinerja yang professional?

Seorang guru dikatakan professional apabila memiliki empat kompetensi yaitu pertama, kompetensi pedagogik. Hal ini tercermin dari tingkat pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Kedua, kompetensi kepribadian. Hal ini tercermin dari kemampuan personal, berupa kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa. Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, dan berakhlak mulia.

Ketiga, kompetensi sosial. Hal ini tercermin dari kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Keempat, kompetensi professional. Hal ini tercermin dari tingkat penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.

Seorang pekerja yang professional berarti dia menjalankan profesi yang digelutinya bukan hanya dalam prosesnya. Seorang professional akan menjalankan profesinya dengan jiwa. Hal itu diungkapkan oleh Dr. Sikun Pribadi (dalam Oemar Hamalik: 2006) seperti berikut ini: Profesi itu pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.

Berdasarkan pernyataan tersebut, kata profesi mengandung tiga makna strategis yaitu profesi sebagai suatu pernyataan atau janji yang terbuka, profesi sebagai suatu pengabdian, dan makna profesi sebagai suatu jabatan atau pekerjaan.

1) Hakikat profesi sebagai suatu janji atau pernyataan terbuka.

Dalam koridor keprofesionalan, terdapat kode etik-kode etik tertentu yang harus dipatuhi. Setiap pelanggaran kode etik tersebut akan berhadapan dengan sangsi/ hukum tertentu. Janji yang diucapkan seorang professional merupakan janji dari lubuk hatinya. Setiap pernyataannya mengandung norma-norma atau nlai-nilai etik. Guru sebagai seorang professional dituntut berprilaku sesuai dengan janji saat menerima pekerjaan profesi kependidikan. Pada saat seorang guru mengikrarkan kode etik guru, maka mulai saat itu juga dia mengucapkan janjinya dan harus menyadari bahwa di balik itu terdapat tanggung jawab beserta sangsi bila terjadi pelanggaran.Tentunya hal ini harus ditunjang oleh ketegasan pemerintah dalam menindak setiap pelanggaran yang terjadi pada kode etik guru itu. Jangan sampai, ketidaktegasan pemberian sangsi menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat kepada sosok guru sebagai professional. Di samping itu, pemberian penghargaan yang relevan kepada guru akan meningkatkan citra guru sebagai pendidik professional.

2) Hakikat profesi sebagai suatu pengabdian

Pengabdian kepada masyarakat merupakan tujuan dari suatu profesinal. Suatu professional tidak semata-mata mencari keuntungan materi dan nonmateri. Usaha memberikan pelayanan dan kemanfaatan bagi masyarakat harus menjadi paradigma setiap langkah seorang profesional. Guru sebagai tenaga professional kependidikan bertindak memberikan kemanfaatan kepada stakeholder pendidikan dan terutama siswa. Semangat pengabdian kepada masyarakat harus menjadi roh seorang guru. Bukankah pada saat pertama kali diangkat, guru membacakan janji dalam rangka pengabdian kepada Negara? Janji itu merupakan pernyataan janji profesionalisme seorang guru dalam memberikan pengabdian.

3) Hakikat profesi sebagai suatu pekerjaan atau jabatan

Suatu profesi erat kaitannya dengan jabatan atau pekerjaan tertentu yang dengan sendirinya menuntut keahlian, pengetahuan, dan keterampilan tertentu pula (Oemar Hamalik: 2006). Seorang professional dituntut untuk mampu membuat keputusan dan kebijakan yang tepat. Kompetensi merupakan kunci utama sebagai seorang profesioanal. Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah mengatur kompetensi tersebut, di antaranya kompetensi Kepribadian, Pedagogis, Profesional, dan sosial.

Konsekuensinya adalah setiap pihak harus memenuhi pencapaian kompetensi itu baik oleh guru sendiri, ataupun pihak yang mengatur keberadaan guru seperti sekolah, Dinas Pendidikan Kab./Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, dan pemerintah pusat. Tidak dipenuhinya kompetensi tersebut oleh guru akan berakibat pada munculnya keputusan atau kebijakan kurang tepat dalam lingkup kompetensinya yang berpotensi merugikan siswa, orangtua dan pemerintah sendiri. Guru yang belum mencapai kompetensi Pedagogis akan mengakibatkan kesalahan dalam membuat kebijakan-kebijakan di bidang pengelolaan kelas. Sehingga berpotensi memunculkan pembelajaran yang tidak tidak tepat juga (malapraktik). Begitu juga, guru yang belum mencapai kompetensi professional (substansi materi) akan berpotensi membuat masalah dalam penguasaan dan penyampaian substansi materi kepada siswa, misalnya misskonsepsi. Dan begitu pula untuk kedua kompetensi lainnya (kepribadian dan sosial)

Melihat beberapa penjelasan di atas tentang makna profesi, maka seorang yang berprofesi sebagai guru harus memahami bahwa pekerjaannya tersebut akan berkaitan dengan kode etik keguruan yang diikrarkan saat mulai menjabat, suatu pekerjaan dan pengabdian kepada masyarakat dan bangsa. Dengan kata lain, seorang guru yang professional adalah guru yang memiliki jiwa keguruan di dalam dirinya. Di mana pun berada dia akan menjadi guru.

Pertanyaannya adalah adakah korelasi antara tunjangan profesi guru dengan kinerja guru yang professional seperti dipaparkan di atas? Tunjangan profesi guru jangan sampai hanya mengubah guru yang tadinya “ngojek” sekarang jadi “juraganojek”. Guru yang biasanya mengayuh sepeda butut (kata Iwan Fals) kini mengendarai mobil pribadi. Dengan tunjangan profesi, guru diharapkan menjadi tenaga-tenaga pengajar dan pendidik yang professional sesuai harapan. Semoga. ***

Penulis adalah Pengawas SMP di Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon dan pernah menjadi Guru Berprestasi Nasional tahun 2003

Redaksi didikpos.com menerima tulisan dari pembaca berupa artikel, feature, essay. Tulisan dikirimkan melalui email: didikposmedia@gmail.com.