Aptisi Pusat: Cabut Permen Ristekdikti 51/2018, Ada Gagal Paham di Kementerian

Share

DIDIKPOS.COM – Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Pusat, M. Budi Djatmiko, mengusulkan agar Permen Ristekdikti 51/2018 dicabut. Regulasi itu dianggap menjadi faktor ketidaksiapan perguruan tinggi menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) di masa pandemi virus corona saat ini.

Menurut Budi, dari segi regulasi, PJJ didesain menjadi sebuah bentuk perizinan baru.

“Ada gagal paham di kementerian. Jadi, PJJ dijadikan bentuk perizinan baru dan sebaiknya Kemendikbud tidak perlu mengatur secara detail permasalahan pendidikan, baik di luar PJJ maupun yang lainnya,” kata Budi saat rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR RI, Selasa (14/7/2020).

Salah satu keberatan yang disampaikan Budi adalah syarat PT yang harus terakreditasi A atau unggul supaya bisa menyelenggarakan PJJ. Syarat itu sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 52 (poin b) Permen Ristekdikti Nomor 51/2018.

“Dampaknya tidak ada perguruan tinggi yang siap menghadapi covid 19 saat ini. Tingkat keberhasilan PJJ sekarang hanya 30%,” katanya.

Disebutkannya, perguruan tinggi tidak memiliki kesiapan dalam mengadakan bahan ajar dan perangkat keras-perangkat lunak PJJ. Kendala bertambah karena tidak baiknya jaringan internet pemerintah yang belum merambah sampai pelosok negeri.

Aptisi, lanjut Budi, telah menyiapkan strategi jangka pendek terkait PJJ yang belum sempurna tersebut. Imbauan telah dikeluarkan terhadap rektor PTS agar berbuat semampunya dengan PJJ di tengah masa pandemi virus corona.

“Meskipun demikian, tidak ada key performance index untuk mengukur keberhasilan praktik PJJ. Sehingga, mereka tidak tahu bagaimana caranya menilai ini prosesnya benar atau tidak,” tuturnya.

Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengatakan, Permen Ristekdikti Nomor 51/2018 memang perlu ditinjau ulang dan dilihat relevansinya, terutama syarat PT terakreditasi A untuk bisa melakukan PJJ. Bunyi permen tersebut banyak membuat PTS yang belum terakreditasi A tidak melakukan upaya apa-apa untuk menyiapkan sarana-prasarana PJJ.

“Saya setuju permen itu ditinjau lagi karena tidak relevan dengan masa depan model pendidikan kita. Terlebih untuk kampus swasta yang memang rata-rata belum terakreditasi A. Memang harus jujur diakui, kalau permen itu bunyinya masih seperti itu, malah jadi regulasi yang menghambat dalam jangka panjang,” tuturnya.

Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam mengatakan, pihaknya tengah meninjau permen tersebut.

“Sedang kami siapkan ekosistem yang baik untuk tumbuh kembangnya PJJ yang berkualitas di Indonesia,” katanya. (haf)***