Berpredikat SSK, SMPN 1 Cilengkrang Bandung Kembangkan Muatan Lokal Kependudukan

Share

DIDIKPOS.COM – Upaya pengarusutamaan pembangunan kependudukan di Kabupaten Bandung maju selangkah lagi. Kali ini dengan ditetapkannya SMPN 1 Cilengkrang sebagai Sekolah Siaga Kependudukan (SSK).

Dengan penetapan ini, sekolah akan mengintegrasikan pendidikan kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga ke dalam beberapa mata pelajaran atau muatan lokal khusus kependudukan. Dengan demikian, setiap lulusan diharapkan lebih siaga menghadapi dinamika kependudukan.

Peresmian SSK perdana di Kabupaten Bandung ini berlangsung dalam suasana berbeda karena tidak dihadiri siswa di sekolah tersebut. Maklum, selama pandemi seluruh sekolah menerapkan pembelajaran jarak jauh. Meski begitu, peresmian berjalan hangat dan penuh suasana kekeluargaan.

Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat, Kusmana, mengaku bersyukur bisa mengembangkan SSK di salah satu sekolah terluar di Kabupaten Bandung tersebut.

Turut menghadiri peresmian SSK antara lain Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Bandung Muhammad Hairun, Camat Cilengkrang, Kepala SMPN 1 dan SMPN 2 Cilengkrang, dan perwakilan guru dari dua sekolah tersebut.

Turut mendampingi Kusmana antara lain para pejabat ahli madya BKKBN Jawa Barat dan Forum Generasi Berencana (Genre) Jawa Barat.

“Kami berharap dengan penetapan SMPN 1 Cilengkrang sebagai SSK mampu meningkatkan pemahaman siswa terhadap masalah-masalah kependudukan yang ada di sekitarnya. Kesadaran ini diharapkan mendorong peran aktif siswa yang nota bene sebagai remaja dalam upaya pendewasaan usia perkawinan. Kami berharap kesiagaan remaja terhadap masalah-masalah kependudukan ini mampu memutus rantai angka pernikahan muda yang masih tinggi di Jawa Barat,” ungkap Kusmana.

Kusmana lantas menguraikan alasan pentingnya penundaan usia kawin bagi remaja. Lebih dari sekadar kesiapan ekonomi, pernikahan berkaitan erat dengan kematangan organ-organ reproduksi. Kematangan ini berkaitan erat dengan kesehatan calon ibu dan bayi ketika kelak melahirkan.

“Bapak dan Ibu Guru, Allah Swt itu menciptakan kita manusia dengan sempurna dan penuh perencanaan. Perencanaan dalam arti bahwa semua telah diatur kapan untuk difungsikan optimal. Sebagai contoh, lebar tulang panggul perempuan itu akan mencapai ukuran ideal selebar 10 centimeter pada usia 20-21 tahun. Dan, ukuran lebar kepala bayi baru lahir berada pada rentang 9,6-9,8 centimeter. Artinya, ketika seorang perempuan melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun, maka ada potensi kecacatan pada kepala bayi akibat penyempitan pada tulang panggul. Ini berbahaya,” kata Kusmana.

Jauh sebelum proses kelahiran, sambung Kusmana, pernikahan muda juga sangat berisiko terjadinya kanker mulut rahim atau kanker serviks. Hal ini terjadi akibat hubungan seksual terlalu dini. Menurutnya, mulut rahim perempuan usia kurang dari 18 tahun masih pada fase ektropion alias proses termuka menuju matang. Inilah yang kemudian memicu kanker mulut rahim pada 15-20 tahun kemudian.

“Karena itu, BKKBN menekankan usia minimal perempuan menikah idealnya pada 21 tahun yang dinilai sudah siap secara biologis. Perempuan menikah usia di atas 21 tahun Insyaallah nikahnya sudah aman, tidak akan terjadi kanker mulut rahim,” katanya.

Gerakan Sapujagat

Di tempat yang sama, Kepala DP2KBP3A Kabupaten Bandung, Muhammad Hairun, menuturkan, ia sangat bersyukur bisa mengembangkan SSK di wilayah binaannya. Hairun yakin penetapan sebuah sekolah menjadi SSK mampu mendongkrak usia kawin di Kabupaten Bandung yang saat ini masih berkutat pada angka 18 tahun.

“Kabupaten Bandung ini salah satu daerah dengan jumlah penduduk tertinggi di Jawa Barat. Dengan angka 3,7 juta jiwa, Kabupaten Bandung hanya kalah dari Kabupaten Bogor. Dengan demikian, penundaan usia perkawinan menjadi sangat penting untuk menekan laju pertumbuhan penduduk yang saat ini berada pada angka 1,49 persen,” terang Hairun.

Hairun yang mengawali karirnya sebagai petugas lapangan keluarga berencana (PLKB) ini mengaku khawatir melihat tingginya angka perkawinan anak di Kabupaten Bandung. Paling tidak terlihat dari jumlah permohonan dispensasi usia menikah di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bandung. Setiap tahunnya permohonan dispensasi mencapai 200-300 orang.

“Ini hanya yang mengajukan dispensasi. Artinya mereka yang menikah di bawah usia 19 tahun. Jumlah totalnya tentu jauh lebih banyak. Angka ini patut menjadi perhatian mengingat 80 persen perkawinan biasanya langsung hamil pada tahun pertama,” tambah Hairun.

Sadar tingginya bahaya menikah pada usia muda, belum lama ini Kabupaten Bandung meluncurkan Gerakan Sapujagat atau Sabilulungan Pendewasaan Usia Kawin Terjaga Keluarga Sehat. Gerakan ini menjadi semacam gugus tugas untuk menekan angka kawin muda di Kabupaten Bandung. Melalui gerakan ini, ikhtiar pendewasaan usia perkawinan bukan semata tanggung jawab DP2KBP3A, melainkan semua pemangku kepentingan di Kabupaten Bandung.

Langkah konkret gerakan semesta ini diwujudkan dengan dikeluarkannya Instruksi Bupati Bandung tentang Pembentukan dan Pembinaan PIK-R di setiap kecamatan, desa, dan sekolah. Dengan instruksi ini, pendewasaan usia perkawinan bisa dilakukan secara massif di berbagai tingkatan dan jalur. Selain itu, Kabupaten Bandung juga tengah menggodok peraturan bupati (Perbup) tentang pencegahan kawin usia anak.

“Dalam perspektif lebih makro, saat ini kami sedang menyusun Grand Desain Pembangunan Kependudukan (GDPK). Untuk proses ini kami menggandeng Universitas Padjadjaran dan Koalisi Kependudukan. Dengan jumlah penduduk yang besar dan laju pertumbuhan yang tinggi, kami menilai adanya GDPK dan peta jalan (roadmap) menjadi sebuah keniscayaan. Mudah-mudahan ikhtiar ini menjadi jalan untuk mewujudkan Kabupaten Bandung yang maju, mandiri, dan berdaya saing,” papar Hairun.

Kepala SMPN 1 Cilengkrang, Otang Rosyid, mengaku tersanjung sekolahnya terpilih menjadi SSK perdana di Kabupaten Bandung. Otang menilai SSK sangat baik untuk mendorong pemahaman sekaligus kesadaran siswa tentang kependudukan dan permasalahannya. Dengan begitu, siswa dapat merencanakan masa depannya dengan lebih baik.

“Bagi kami, SSK adalah investasi masa depan. Terima kasih kepada BKKBN dan DP2KBP3A Kabupaten Bandung yang telah memilih sekolah kami menjadi SSK. Semoga berjalan lancar dan bermanfaat untuk seluruh masyarakat Kabupaten Bandung dan Jawa Barat,” ungkap Otang. (des)***