DIDIKPOS.COM – Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) Kota Bandung meminta rencana beberapa daerah menggelar pembelajaran tatap muka bukan upaya coba-coba. Kebijakan itu harus berdasarkan kajian dan riset mendalam.
“Penyelenggaraan pembelajaran tatap muka tanpa disertai kajian dikhawatirkan akan menimbulkan klaster baru. Kajian itu harus terintegrasi, dari Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, dan Satgas COVID. Jangan keputusan kepala daerah saja. Apalagi bila daerah tesebut belum zona hijau,” kata Ketua Fortusis Kota Bandung Dwi Subawanto, dikutip Sindonews.com, Jumat (13/11/2020).
Dwi menuturkan, lembaga pendidikan jangan disamakan dengan sektor lainnya seperti pariwisata. Sektor pariwisata berkaitan dengan ekonomi dan melibatkan orang dewasa yang paham protokol kesehatan.
“Selain itu, lokasi wisata juga memadai dan di udara terbuka. Sementara pembelajaran tatap muka dilaksanakan dalam satu kelas,” terangnya.
Kendati begitu, tambah Dwi, pemerintah harus memastikan seluruh warganya tetap mendapatkan pendidikan. Termasuk saat pandemi, mereka mendapatkan pendidikan secara daring.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, menegaskan, daerah yang dikategorikan sebagai zona hijau dan kuning dari penyebaran Covid-19 dapat melaksanakan pembelajaran langsung dengan metode tatap muka.
Sementara untuk di daerah yang berkategori zona orange dan merah, masih belum diperkenankan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka langsung.
“Teman-teman kita di zona kuning dan hijau, yang banyak sekali tidak punya akses terhadap internet, Kemendikbud dan empat kementerian lain langsung mengambil sikap, daerah zona hijau dan kuning pandemi Covid-boleh buka tatap muka,” kata Nadiem, saat berdialog dengan para guru dan kepala sekolah di Kota Palu, Rabu (4/11/2020).
Nadiem mengatakan, pada dasarnya Kemendikbud tidak ingin menerapkan model pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Namun, lanjutnya, jika PJJ tidak diterapkan maka penyebaran Covid-19 akan semakin cepat dan kesulitan dikendali, sehingga berdampak pada keselamatan dan kesehatan banyak orang.
“Jika kita tidak menutup sekolah di Jakarta, bisa bayangkan berapa banyak manusia yang meninggal,” tuturnya. (haf)***