Wamen Agraria dan Tata Ruang Kunjungi Mega Terasering Sukamulya Pangandaran

Share

DIDIKPOS.COM – Wakil Menteri (Wamen) Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Wakil Kepala Badan Pertanahahan Nasional (BPN), Surya Tjandra, melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Pangandaran, Rabu (28/4/2021).

Di Kabupaten Pangandaran, salah satu lokasi yang dikunjungi Wamen adalah Kampung Reforma Agraria Mega Terasering Cibuluh, Desa Sukamulya, Kecamatan Langkaplancar.

Mega terasering sendiri melingkupi tiga desa yaitu Desa Sukamulya, Jadimulya, dan Desa Campaka Kecamatan Langkalancar dengan luas mencapai 1.200 hektare.

Kunjungan Wamen ATR/BPN ke Mega Terasering ini disambut Sekda Kabupaten Pangandaran, Drs. H. Kusdiana, M.M.; Camat Langkaplancar; Kepala Desa; serta masyarakat setempat.

Dalam kesempatan ini Sekda Kabupaten Pangandaran, Kusdiana, menyampaikan tentang kondisi georafis Kabupaten Pangandaran.

“Kabupaten Pangandaran baru berumur 8 tahun. Pisah dari Ciamis tahun 2012, dengan 10 kecamatan dan 93 desa dengan panjang pantai 91 KM,” ucapnya.

Sekda menjelaskan tentang kondisi mega rerasering yang dikelola oleh masyarakat setempat. Mega terasering ini merupakan milik Perhutani.

“Di sini ini mega terasering, yang meliputi Desa Sukamulya, Jadimulya, dan Desa Campaka Kecamatan Langkalancar, dengan luas tanah perkebunan 3.200 hektare dan luas mega rerasering mencapai 1.200 hektare,” ungkapnya.

Menurutnya, ada beberapa harapan warga terkait pengembangan mega terasering ini.

“Harapan masyarakat kaitan dengan pertanian perlu kita dukung dengan irigasi. Yang kedua jalan. Dan ketiga, mudah-mudahan menjadi pariwisata baru. Jadi pariwisata Pangandaran bukan laut saja,” ujarnya

Sementara Wamen ATR/Wakil Kepala BPN RI, Surya Tjandra, mengatakan, salah satu pekerjaan BPN yaitu harus turun langsung ke masyarakat mencari masalah dan memberikan solusi.

“Ini merupakan bagian pekerjaan dari BPN. Selama ini kita kan nunggu, jadi kalau kita ada kepentingan kita mencari orang BPN. Sekarang kami dituntut juga harus datang ke masyarakat, mencari masalah mencari solusi,” tuturnya.

“Yang di sini masalahnya jelas sekali bahwa ibu bapak sudah menggarap sekian puluh tahun, sudah tiga generasi dari tahun 1940. Jadi hambatan ini karena masih punyanya kehutanan. Sementara kehutanannya sendiri sudah bukan hutan, tetapi sudah jadi sawah,” sambung Wamen.

Lanjutnya, ada program redistrinusi tanah yang digagas Presiden RI Joko widodo sejak tahun 2014, terkait dengan tanah produktif.

“Kalau hutan memang hutan. Tapi, hutan sebagai hutan tidak langsung memberi manfaat buat masyarakat. Ketika bapak olah begini, baru hutan ada manfaat. Itulah alasan sejak tahun 2014 Presiden Joko Widodo punya program redistribusi tanah,” pungkasnya. (des)***