Didikpos.com – Kawasan Puncak adalah kawasan di ujung tenggara Kabupaten Bogor yang menghampar hingga daerah Cipanas Kabupaten Cianjur. Kawasan ini berada di perbukitan di bawah kaki Gunung Pangrango dan Gunung Gede dan dibelah oleh Jalan Raya Puncak.
Selain telah dipadati permukiman penduduk, di kawasan Puncak tumbuh subur beragam jenis bangunan vila, resort, hotel, objek wisata, restoran, hingga bangunan-bangunan milik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
Puncak tak pernah sepi dari pengunjung maupun penduduk yang sekadar melintas melalui jalur Jalan Raya Puncak. Selain aktivitas keseharian masyarakatnya, mobilitas masyarakat di Puncak selalu meningkat dengan kunjungan wisatawan domestik dan nondomestik untuk sekadar healing, berlibur di objek-objek wisata, maupun staycation di hotel-hotel, resort, dan vila. Termasuk kegiatan-kegiatan atau pekerjaan bersifat dinas di hotel-hotel, resort, dan pusat-pusat diklat.
Demikian pula pada malam harinya, Puncak semakin gemerlap dengan kehadiran tempat-tempat hiburan hingga warga yang berburu kuliner.
Singkat kata, Puncak masih menjadi magnet bagi siapapun untuk berkunjung atau menggelar kegiatan. Dampaknya, Puncak tak pernah sepi dari kemacetan.
Baca juga: Urgensi Festival Budaya Versi Kadisbudpar Bogor dan Heri Aristandi
Apakah pada era Orde Lama bahkan masa sebelum kemerdekaan Puncak telah menjadi magnet? Ini yang menarik.
Puncak ternyata menjadi tempat favorit sejak zadul (zaman dulu). Bukan hanya warga sipil biasa, para pendiri bangsa alias founding fathers pun sangat menyukai Puncak yang berhawa sejuk.
Tidak sedikit founding fathers, para pahlawan bangsa, hingga para pejabat di era Orde Baru yang memiliki tanah dan bangunan di Puncak. Malah, sebagian di antara bangunan milik mereka masih kokoh berdiri hingga era modern sekarang. Sebagian founding fathers menjadikan Puncak sebagai daerah persinggahan utama bahkan markas untuk membahas rencana-rencana strategis untuk bangsa Indonesia.
Siapa saja mereka? Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Kabupaten Bogor, Deni Humaedi, menyibakkan sedikit sejarah tentang jejak para founding father di kawasan Puncak.
1. Soekarno
Selain membangun Istana Cipanas di Cianjur dan memiliki tanah dan rumah di Riung Gunung, Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Soekarno memiliki tanah dan mendirikan bangunan rumah di Cibogo, Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung. Tanah milik Bapak Proklamator ini kini telah dijual oleh anak-anaknya sehingga berdiri minimarket di samping SPBU Cibogo. Sedangkan bangunan Soekarno di Cibogo yang kini sudah masuk dalam daftar cagar budaya adalah sebuah bangunan rumah tua tepat di atas belokan Cibogo yang pernah diisi oleh aktivitas politik Rachmat Yasin Center (RYC).
Selain Soekarno, istri dan anak-anak Soekarno seperti Dewi Soekarno, Hartini (pemilik rumah batu yang sekarang menjadi Komplek PLN Cipayung), dan Megawati, Guntur, juga memiliki beberapa bidang tanah dan bangunan rumah peristirahatan di Puncak.
2. Bung Hatta
Moch. Hatta alias Bung Hatta, Bapak Proklamator, Wakil Presiden RI pertama ini juga memiliki vila di wilayah Kecamatan Megamendung yang sudah berdiri sejak tahun 1938.
3. Achmad Soebardjo
Achmad Soebardjo adalah anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Ia merupakan sosok sangat penting yang berperan menyumbangkan berbagai pemikirannya dalam menyusun dasar negara dan konstitusi negara bagi Indonesia merdeka. Achmad Soebardjo yang pernah menjabat Menteri Luar Negeri di era Soekarno ini memiliki tanah dan bangunan di Cibogo. Bahkan hingga wafatnya ia dikebumikan di Cibogo.
4. Idham Chalid
Idham Chalid adalah salah satu tokoh Nahdlatul Ulama, pendiri Banser, dan mantan menteri, yang berjuang melawan PKI. Beliau dimakamkan di Kelurahan Cisarua sedangkan istrinya di daerah Cibogo, Desa Cipayung.
Baca juga: Kabupaten Bogor Kini Punya Perda PAUD dan Kemajuan Budaya Daerah
5. BM. Diah
Burhanudin Mochamad Diah atau dikenal dengan BM Diah adalah penyusun teks proklamasi. Wartawan pada era kemerdekaan ini juga memiliki tanah di dekat makam Achmad Soebardjo di Cibogo.
6. Sutan Takdir Alisahbana
Sutan Takdir Alisjahbana (STA) adalah seorang sastrawan, budayawan, ahli tata bahasa, di era Orde Lama memiliki tanah dan vila di jalan Perhubungan, Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Hingga akhir hayatnya, beliau dimakamkan di Tugu Selatan. Rumah/vila yang ditinggalinya tercatat pernah menjadi tempat pertemuan founding father pra Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955. Kini rumah STA dijadikan museum.
7. R.E. Martadinata
Raden Eddy Martadinata (R.E. Martadinata) adalah sosok pahlawan, mantan menteri era Soekarno, dan penggagas asal mula terbentuknya Angkatan Laut. Beliau wafat di Riung Gunung, Kampung Naringgul (Kiara Payung) samping Masjid Atta’awun, Jalan Raya Puncak, Cisarua, pada tahun 1966.
Sesuai catatan sejarah, dalam rangka menyambut hari ulang tahun ABRI ke-21, R.E. Martadinata yang saat itu menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Pakistan kembali ke Indonesia mendampingi tiga tamu dari Pakistan yaitu Kolonel Laut Maswar bersama istri serta Nyonya Rouf, istri dari Deputi I Kepala Staff Angkatan Laut Pakistan. Pada tanggal 6 Oktober 1966, mereka mengadakan perjalanan menaiki helikopter Alouette II milik ALRI dengan dikemudikan pilot Letnan Laut Charles Willy Kairupan, yang ternyata dalam perjalanan menabrak bukit di Riung Gunung, Puncak. Kecelakaan tersebut menewaskan seluruh penumpang dan pilot, termasuk Laksamana Laut R.E. Martadinata. Bangkai helikopter itu pun menjadi saksi bisu sejarah dan dijadikan monumen.
“Keputusan penting (untuk negara) itu membutuhkan tempat dan suasana yang tenang. Dan, Puncak adalah salah satu tempat tujuan utama para pahlawan, para pendiri bangsa, untuk merumuskan, memikirkan nasib bangsa. Banyak peristiwa penting yang berawal di Puncak,” ucap Deni Humaedi.
Dengan ditemukannya jejak para pendiri bangsa di Puncak, kata Deni, membuktikan bahwa Puncak menjadi salah satu pusat sejarah penting bagi bangsa Indonesia.
“Tempat-tempat milik para pendiri bangsa yang ada di Puncak menjadi destinasi wisata sejarah yang tidak boleh dilupakan dan harus dirawat,” imbuhnya.
(Acep Mulyana)