Oleh Sari L.
MANUSIA biasanya ingin dipuji dan dihadiahi. Manusia juga mudah dipengaruhi oleh siapapun yang umumnya memakai iming-iming. Manusiawi, ketika manusia pun merasa benar sendiri. Banyak menghina atau mengolok orang lain. Sengaja atau tidak. Terasa maupun tidak terasa. Manusia ingin menang sendiri.
Memilih temanpun begitu. Biasa, teman yang dianggap baik adalah mereka yang paham dan penuh pengertian. Mereka diharap mudah membantu atau sering memberi. Saran, materi, dan lainnya diharapkan dari semua teman. Ada yang blak-blakan meminta sesuatu kepada teman. Ada pula yang meminjam, merayu, dan sejenisnya. Tentu harapan kita adalah sesuatu yang dibutuhkan.
Sana. Sifat manusia akan menolong teman yang dianggap baik dan layak ditolong. Walau teramat subyektif sekalipun. Bahkan, seringkali teman disepelekan dan diabaikan. Walau kadang tak tepat. Semua akibat rasa dan kebiasaan permisif.
Teman terdekat adalah musuh yang paling berbahaya.
Wuiiih…
Hati-hati dengan teman, karena dia akan tahu segalanya tentang diri kita. Itulah sebabnya disebut berbahaya. Orang yang paling mengetahui kelemahan kita adalah teman. Maka pahami dan mengertilah agar teman tetap nyaman seperti diri kita sendiri.
Memilih teman secara alami akan berdasar pada:
– Usia
– Jenis kelamin
– Hobi
– Profesi
– Pendidikan
– Sosial
– Dll.
Selain segudang latar belakang, teman biasanya akan abadi bila sama-sama saling pengertian. Boleh memilih teman tapi harus dengan niat baik dan benar. Teman kita diperlakukan seimbang antara hak dan kewajibannya.
Demi teman, apapun alasannya tetap mesti saling jaga kondite. Masing-masing pribadi harus merdeka secara personal. Karena hakekatnya, manusia itu berbeda secara personal.
Oleh karena itu setiap manusia akan menuntut pribadi atau individu yang bebas. Walau tentu harus memperhatikan norma, etika, hukum, dan aturan lainnya.
Pertemanan yang baik tetap harus selaras dengan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Manusia bersosialisasi hendaknya sejalan dengan kondrat dan aturan Sang Pencipta. Bila keluar dari norma agama ataupun norma lainnya, maka pertemanan akan menyimpang dan tidaklah benar adanya.
Hanya saja kita sering lupa. Kala berteman, amat jarang menasehati, memarahi, bahkan cenderung menjaga keharmonisan lahiriah belaka. Padahal kritik kepada teman demi kebaikan adalah wajib selama untuk perbaikan nilai kehidupan.
Semoga Alloh Swt senantiasa menjaga kita dalam pertemanan. Dan, semoga kita berteman dalam perkenan Illahi dan selalu bernilai ibadah!
Kita berharap petunjuk dan ampunan-Nya.***
Penulis, suka berteman, tinggal di Perumnas Sarijadi, Kota Bandung.
Redaksi didikpos.com menerima tulisan dari pembaca berupa artikel, feature, essay. Tulisan dikirimkan melalui email: didikposmedia@gmail.com.