DIDIKPOS.COM – Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan, Asesmen Nasional (AN) yang akan menjadi standar kelulusan peserta didik mulai tahun ajaran 2020/2021 terlalu dipaksakan.
“Anak-anak kita sudah terbebani secara psikologis selama PJJ (pembelajaran jarak jauh), tahu-tahu mereka harus menjalani Asesmen Nasional,” katanya, dikutip JawaPos.com, Selasa (3/11/2020).
Satriwan mengatakan, baginya hal tersebut tidak adil, apalagi masih banyak yang belum mengetahui apa itu AN. Sebab, sosialisasi yang disampaikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) masih sangat minim.
“Ini kan tidak adil bagi anak, orang tua dan guru. Jadi lebih bijak kalau diundur, karena bulannya (pelaksanaan AN) juga mempengaruhi persepsi (AN sama dengan UN) itu. Jadi jangan hanya sosialisasinya berupa konten pdf, ppt, YouTube, atau Instagram,” imbuhnya.
Dikatakannya, orang tua mesti diberikan pemahaman yang utuh, Mendikbud Nadiem Makarim diminta untuk mengintruksikan jajarannya dalam mensosialisasikan secara pasti dan berkala kepada dinas pendidikan (disdik) daerah.
“Agar mereka menggunakan perangkat-perangkatnya di daerah, kepada orang tua, siswa, komite sekolah dan guru. Jadi jangan seolah-olah lepas tangan dengan membuat pdf, ppt, YouTube berisi informasi, selesai perkara. Tidak semudah itu, karena Indonesia itu luas,” pungkasnya.
Dilansir dari laman Kemendikbud, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyatakan bahwa perubahan mendasar dari AN yakni tidak lagi melakukan evaluasi capaian belajar peserta didik secara individu.
Evaluasi dilakukan dengan memetakan sistem pendidikan dari input, proses, dan hasil.
“Potret layanan dan kinerja setiap sekolah yang muncul dari hasil AN ini yang nantinya menjadi cermin refleksi mempercepat perbaikan mutu pendidikan Indonesia,” terang Nadiem, baru-baru ini.
AN ini terdiri dari tiga bagian yakni Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.
Fungsi AKM dilakukan untuk mengukur capaian peserta didik dari hasil belajar kognitif yaitu literasi dan numerasi. Menjadi syarat bagi peserta didik, untuk dapat memberikan kontribusi pada masyarakat terlepas dari bidang kerja atau karir yang ingin ditekuni di masa mendatang.
Fungsi Survei Karakter, dirancang untuk mengukur capaian peserta didik tentang sosial-emosional yang berorientasi mencetak karakter Profil Pelajar Pancasila. Sehingga nantinya siswa bisa menjadi beriman dan takwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, berkebhinekaan global, mandiri, gotong royong, memiliki nalar kritis dan juga kreatif.
Yang ketiga yakni Survei Lingkungan Belajar, fungsinya untuk evaluasi dan memetakan faktor pendukung kualitas pembelajaran di sekolah. (haf)***