Ketua Senat UIN SGD Ilustrasikan Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum dalam Filosofi RODA

Share

DIDIKPOS.COM – Ketua Senat UIN Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung, Prof. Dr. H. Nanat Fatah Natsir, MS, mengatakan, sistem pendidikan Islam berbasis wahyu memandu ilmu dan berbingkai akhlakul karimah, mampu membangun akhlak dan karakter bangsa.

Pernyataan ini disampaikan Nanat dalam acara Workshop Peningkatan Kompetensi Pedagogik Dosen Sains dan Teknologi melalui telekonferensi aplikasi zoom dan disiarkan secara langsung pada kanal Youtube, Senin (27/7/2020). Workshop digelar selama empat hari dari tanggal 27-30 Juli 2020 dan diikuti 300 peserta.

“Pada abad 8-13 M adalah abad keemasan peradaban Islam dengan konsep wahyu memandu ilmu, tidak ada dikotomi antara ilmu dan agama. Dikotomi ilmu dan agama ini yang menyebabkan  kemunduran peradaban Islam di abad 13-19M. Sehingga tujuan wahyu memandu ilmu adalah mengembalikan kembali zaman keemasan Islam dengan pengembangan Ilmu yang dipandu oleh semangat Al-Qur’an. Einstein pun percaya bahwa sains tanpa agama akan lumpuh.” kata Nanat.

Menurutnya, dalam sejarahnya, perubahan IAIN ke UIN, untuk UIN SGD Bandung dan UIN Alauddin Makassar dalam rangka memenuhi tuntutan perkembangan, kebutuhan dan mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di bidang ilmu pengetahuan agama Islam serta proses integrasi antarbidang ilmu agama Islam dengan bidang ilmu umum.

“Oleh karena itu, integrasi bidang ilmu agama Islam dengan ilmu umum menjadi penting. Melalui jargon wahyu memandu ilmu, UIN SGD Bandung lebih percaya diri dalam membangun bangsa dan negara Pancasila yang diharapkan dapat melahirkan Islam rahmatan lil alamin dalam konteks global, moderasi Islam untuk konteks nasional dan wahyu memandu ilmu bagi lokal UIN SGD Bandung,” ujarnya.

Filosofi Roda
Menurut Nanat, integrasi ilmu agama dan ilmu umum di lingkungan UIN SGD Bandung, mengilustrasikannya dalam “filosofi atau metafora RODA” 

Ilustrasi filosofi RODA ini  menandakan adanya titik-titik persentuhan, antara ilmu dan agama. Artinya, pada titik-titik persentuhan itu, kita dapat membangun juga kemungkinan melakukan integrasi keduanya. Maka lokus pandangan keilmuan UIN SGD Bandung yang utuh itu dibingkai dalam metafora sebuah roda. Fungsi roda dalam sebuah kendaraan ini diibaratkan untuk masa mendatang diharapkan mampu menjadi sarana dalam integrasi antara ilmu dan agama dalam konstalasi perkembangan budaya, tradisi, teknologi dan pembangunan bangsa sebagai tanggungjawab yang diembannya.

Kekuatan roda keilmuan UIN SGD Bandung ini dapat memacu kreativitas untuk melihat kitab suci sebagai sumber ilham keilmuan yang relevan dengan bidang kehidupan secara dinamis. Karenanya, ilmu dan agama mampu selalu mentransendesi dirinya dalam upaya memajukan keluhuran budaya, kelestarian tradisi, penguasaan teknologi dan pembangunan bangsa seiring dengan perubahan global dalam kerangka memenuhi kepentingan kognitif dan praktis dari keduanya.

“Melalui epistemologi wahyu memandu ilmu, ilmu-ilmu keagamaan Islam harus menjadi spirit, titik pijak bagi atau dalam kajian ilmu-ilmu umum. Oleh karena itu, short course WMI menjadi penting untuk mencetak dosen muda berakhlak karimah,” pungkasnya.

Rektor UIN SGD, Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si., mengatakan, rektorat sangat mengapresiasi ikhtiar Fakultas Sains dan Teknologi (FST) dalam menyiapkan dosen berakhlak karimah, berwawasan keilmuan yang berbasis pada wahyu memandu ilmu.

“Saya yakin dosen-dosen Sains dan Teknologi menguasai materi di bidangnya dengan sangat baik, namun metodologi mengajar dan menyampaikan materi tidak kalah penting. Karena tanpa metodologi yang baik dan benar, sebaik apapun materi yang dikuasai, tidak akan maksimal diterima oleh peserta didik. Saya berbangga dan memberi apresiasi setinggi-tingginya atas inisiatif Fakultas Sains dan Teknologi yang sudah menyelenggarakan Workshop dalam pengingkatan Pedagogik ini,” ujarnya.

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UIN SGD Bandung, Dr. Hj. Hasniah Aliah, M.Si. menjelaskan, kegiatan ini diselenggarakan melihat kebanyakan dosen di Sains dan Teknologi, berasal dari background non kependidikan yang tidak memiliki dasar pedagogik.

“Namun, ternyata (workshop) diminati tidak hanya oleh dosen-dosen Sains dan Teknologi, peserta yang hadir juga adalah dosen dan guru di berbagai bidang baik dari pulau Jawa maupun di luar pulau Jawa,” tuturnya. (des)***