Dirjen GTK: Banyak Guru tak PD, Jejali Siswa dengan Banyak Tugas

Share

DIDIKPOS.COM – Masih banyaknya guru yang tidak percaya diri (PD) membuat metode pembelajaran sederhana selama masa pandemi COVID-19, dikeluhkan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Iwan Syahril.

Sebagian besar guru masih terpaku pada penuntasan kurikulum sehingga menjejali siswa dengan banyak tugas.

“Berkali-kali kami sudah sampaikan, di masa pandemi COVID-19 ini tugas guru jangan menuntaskan kurikulum. Guru harus membuat PJJ (pembelajaran jarak jauh) menyenangkan. Salah satunya dengan menyederhanakan kurikulum yang ada,” tutur Iwan di Jakarta, dikutip jpnn.com, Selasa (25/8/2020).

Syahril menuturkan, melihat kondisi ini, Kemendikbud sudah menerbitkan kurikulum darurat untuk membantu guru-guru yang masih kebingungan. Terutama bagi guru masih merasa belum yakin untuk melakukan penyederhanaan secara mandiri.

“Kurikulum darurat merupakan opsi karena kami juga melihat ada sekolah atau guru-guru yang melakukan penyesuaian secara mandiri dan itu oke. Dan itu juga tidak masalah. Jadi ada opsi yang bisa dijalankan para guru terutama yang masih belum PD atau masih khawatir itu,” terangnya.

Dia melihat, para guru enggan menyederhanakan kurikulum secara mandiri karena takut salah. Nanti dianggap ini tidak resmi dan sebagainya.
“Kurikulum darurat yang diterbitkan Kemendikbud inu sudah disederhanakan. Inti kurikulumnya melihat pada kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran. Jadi fokus pada kompetensi yang esensial dan kompetensi prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran di tingkat selanjutnya,” tandas Iwan.

Sementara pengamat pendidikan, Prof Wuryadi, mengatakan, guru tidak siap saat pembelajaran beralih ke metode daring.

Guru Besar Univesitas Negeri Yogyakarta itu menyebutkan, masa PJJ ini justru digunakan para guru untuk sekadar memberikan materi lewat media daring tanpa membimbing siswanya untuk memahami materi tersebut. Padahal, guru harus siap berdialog dan membangun suasana belajar dua arah lantaran murid juga bisa menjadi sumber yang dapat mengajukan fakta dan persoalan.

“Masih mending kalau guru sadar (perubahan metode0 itu tantangan, tapi banyak guru merasa ini masa liburan mereka. Mereka hanya kirim bahan, dimediakan, lalu berpangku tangan, tidak ikut campur dalam proses,” ungkap Wuryadi, dikutip suarajogja.id.

Wuryadi menyayangkan kondisi siswa sekolah yang terlalu banyak menerima materi dan tugas, tetapi tidak dibimbing untuk memahaminya. Dirinya mengakui, situasi ini darurat dan sulit, tetapi kondisi ini harus cepat diatasi jawatan terkait dengan berkonsultasi pada ahli pendidikan di universitas.

“Kalau ini berlangsung lama, saya duga terjadi kemunduran pendidikan. Jangka waktu pendidikan di sekolah menjadi harus lebih panjang,” pungkas Wuryadi. (gib)***