Oleh Endang Wahyu Widiasari
POLITIK balas budi yang digulirkan oleh Ratu Belanda, Willhelmina, pada 17 September 1901, atau yang dikenal dengan Kebijakan Politik Etis dituangkan dalam program Trias van Deventer yang meliputi: irigasi (pengairan) yaitu pembangunan dan prasarana pengairan, imigrasi yaitu mengajak penduduk untuk transmigrasi, dan edukasi yaitu membangun sarana pendidikan dan pengajaran.
Pendidikan yang digulirkan dalam progran Trias Van Devender, memberikan dampak yang luar biasa bagi perkembangan sejarah bangsa Indonesia. Walaupun dalam pelaksanaan banyak terjadi penyimpangan yang merugikan. Akan tetapi secara tidak disadari, kebijakan Kolonial Belanda ini telah melahirkan kaum cerdik pandai dan golongan terpelajar, yang menghantarkan Bangsa Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan.
Pendidikan mampu mengubah pola pikir dan menyadarkan kalau kita sederajat dengan bangsa-bangsa lain di dunia, tak sepatutnya harga diri kita diinjak-injak oleh bangsa asing di muka bumi ini.
Politik Etis memunculkan elit baru di kalangan masyarakat pribumi, elit baru ini kemudian mendirikan berbagai perkumpulan seperti Boedi Oetomo yang didirkan oleh Dr. Soetomo dan para mahasiswa STOVIA pada tanggal 20 Mei 1908. Lahirnya Boedi Oetomo menjadi tonggak kebangkitan sejarah bangsa Indonesia, ditandai dengan bangkitnya rasa dan semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme, serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia. Setiap tanggal 20 Mei diperingati sebagai hari Kebangkitan Nasional.
Setelah lahirnya organisasi Boedi Oetomo lahir pula organisasi-organisasi lainnya seperti Sarekat Islam dan Indische Partij, Yong Sumatera, Yong Jawa, dll. Semuanya bertekad untuk mencapai satu tujuan yaitu Indonesia merdeka. Berawal dari perjuangan organisasi yang bersifat kedaerahan, hingga akhirnya terwujud perjuangan melalui organisasi yang bersifat nasional, yang diikat dengan suatu janji dan tekad bulat yang kuat yaitu Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
Sumpah Pemuda adalah suatu ikrar pemuda-pemudi Indonesia yang mengaku bertumpah darah satu, tanah Indonesia; mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia; dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Itulah ikrar para pemuda untuk bersatu, pemuda garda terdepan yang memperjuangan kemerdekaan bangsa ini. Sumpah Pemuda menggelorakan semangat rakyat Indonesia, untuk berjuang terbebas dari belenggu bangsa asing.
Begitu dahsyatnya pendidikan dapat mengubah suatu kaum, pendidikan dapat melahirkan kaum cerdik pandai, memumbuhkan rasa nasionalis, dan semangat berjuang mencapai kemerdekaan. Tak terkalahkan peran pemuda dan pelajar yang mempunyai semangat juang tinggi untuk mengubah nasib bangsanya. Sebagai puncaknya, 17 tahun kemudian tepatnya tanggal 17 Agustus 1945, bangsa kita terbebas dari belenggu penjajahan, bisa menjadi bangsa merdeka.
Dari sejarah di atas dapat ditarik satu kesimpulan dan pembelajaran, tenyata pendidikan dapat mengubah nasib suatu bangsa, bangsa yang terbelenggu oleh penjajahan selama 350 tahun akhirnya dapat merdeka, perjuangan yang tadinya mengandalkan fisik dan menelan korban yang banyak diubah dengan kekuatan intelektual dan diplomasi. Luar biasa sekali, pendidikan bisa mengubah suatu kaum terjajah menjadi kaum yang dapat berdiri di atas kakinya sendiri, sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Maka betul sekali jika maju mundurnya peradaban suatu bangsa sangat bergantung dari kualitas pendidikan negara tersebut.
Pemuda memegang peran yang sangat strategis dalam kemajuan suatu bangsa, menurut Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pemuda di Indonesia pada tahun 2018 sekira 63,8 juta atau 24,1 persen dari total penduduk Indonesia (265 juta). Alangkah banyaknya jumlah pemuda kita. Ini merupakan aset untuk kemajuan bangsa dan menjadi modal dasar pembangunan.
Mengutip pernyataan Ir. Soekarno salah satu Bapak Bangsa kita, “Berilah aku 10 orang pemuda niscaya akan ku guncang dunia.” Sekilas memang sangat mustahil, akan tetapi pemuda yang bagaimanakah yang bisa mengguncang dunia, tiada lain adalah pemuda yang memiliki jiwa patriostisme, rela berkorban untuk nusa dan bangsa, dan memiliki semangat juang yang tinggi selalu memberikan yang terbaik untuk nusa dan bangsanya. Apalah artinya jumlah pemuda yang banyak jika tidak diimbangi oleh kualitas sumber daya manusianya, jumlah pemuda yang banyak hanya akan menjadi beban buat negara.
Jadilah pemuda masa kini, pemuda milenial yang dapat mengguncang dunia dengan prestasi yang diraih, dedikasi, dan loyalitas pada bangsa dan negara, pemuda yang bisa mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi, pemuda yang tangguh menghadapi segala tantangan dan rintangan zaman. Untuk mencapai ke arah itu tentunya kita harus isi kepala kita dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, kemampuan berjiwa wirausaha, mampu berkomunikasi dengan baik, berpikir kritis, bisa menyelesaikan masalah, kreatif serta inovatif, serta tak kalah pentingnya dengan terus meningkatkan iman dan takwa juga menjaga kesehatan supaya bisa terus beraktivitas.
Ayo kita kobarkan semangat juang Sumpah Pemuda di dada kita, satukan langkah tekadkan niat untuk bersama-sama membangun nusa bangsa kita tercinta dengan memberikan yang terbaik dengan apa yang kita miliki. Bersatu kita bangkit, walau di tengah pandemi yang telah memporakporandakan tatanan kehidupan ini. Adanya pandemi covid-19 jangan menjadikan mundur, tapi justru harus menjadikan lebih kuat lagi baik secara fisik dan mental. Yakinlah akan ada hikmah besar yang didapatkan dengan terjadinya musibah ini. Dengan semangat pesatuan dan kesatuan kita bisa keluar dari musibah dan cobaan yang Tuhan berikan.
Terakhir selamat hari Sumpah Pemuda, dengan semangat sumpah pemuda ayo gelorakan semangat juang dalam dada. Jangan sia-siakan perjuangan dan pengorbanan, yang sudah diperjuangan oleh pendahulu negeri ini. Ayo kita teruskan perjuangan dan wujudkan cita-cita serta semangat juang para pendahulu negeri ini.
Bersama Kita Bisa. ***
Penulis mengajar di SMPN 4 Cikalongwetan Kabupaten Bandung Barat