Oleh Dadang A. Sapardan
PANDEMI Covid-19 telah melahirkan berbagai pembatasan pada berbagai aktivitas kehidupan, baik sosial, budaya, politik, ekonomi, maupun pendidikan. Pembatasan atas berbagai aktivitas tersebut diterapkan oleh pemerintah dalam upaya menekan serendah mungkin penyebaran Covid-19 di kalangan masyarakat. Dengan demikian, di tengah kepungan penyebaran Covid-19, tidak akan lahir cluster baru penyebarannya. Tak ayal lagi, pembatasan tersebut mengurangi dinamika dan denyut nadi kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik, pendidikan dengan sangat signifikan. Kalaupun harus tetap berlangsung, aktivitas kehidupan tersebut harus diganti dengan pola lain yang memiliki tingkat keamanan tinggi dari penyebaran Covid-19. Salah satu pola baru yang dianggap paling aman dan sangat nge-trend di tengah gempuran Covid-19 adalah penggunaan moda daring dalam beraktivitas.
Pemerintah benar-benar membatasi aktivitas langsung antarorang dalam berbagai sektor kehidupan. Kalaupun sangat terpaksa harus terjadi aktivitas langsung, semua orang yang terlibat di dalamnya harus menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat, di antaranya mewajibkan setiap orang untuk melakukan physical distancing, bermasker, membersihkan tangan dengan cairan pembersih, serta berbagai ketentuan lainnya.
Pemberlakukan pembatasan aktivitas tersebut terjadi pula pada sektor pendidikan. Sejak merebaknya Covid-19 di Indonesia, Kemendikbud sebagai pemegang otoritas kebijakan pendidikan, melarang seluruh sekolah untuk melakukan aktivitas pembelajaran tatap muka langsung. Sebagian besar sekolah harus merumahkan siswa dan guru, sehingga aktivitas yang dilakukan mereka tidaklah seperti terjadi dalam nuansa kehidupan normal. Aktivitas pembelajaran wajib dilaksanakan dengan pola pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan moda dalam jaringan (daring) dan/atau luar jaringan (luring). Dengan menerapkan pola PJJ tersebut pemerintah berharap agar tidak terjadi kejumudan pembelajaran.
Sampai saat ini, pandemi Covid-19 masih terus berlangsung dan belum dapat diprediksi kapan akan berakhirnya. Dengan demikian, saat memasuki awal tahun pelajaran baru, Kemendikbud masih bersikukuh dengan kebijakannya bahwa sebagian besar sekolah masih harus mengimplementasikan pola PJJ. Hal itu berlaku bagi sebagian besar sekolah yang berada pada zona kuning, oranye, dan merah. Sedangkan sekolah yang berada pada zona hijau diberi ruang dan waktu untuk melaksanakan pola pembelajaran tatap muka langsung. Itu pun harus dilakukan dengan berbagai pembatasan seperti yang tersurat secara terperinci pada Keputusan Bersama 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Corona Virus Desease 2019 (Covid-19).
Berdasarkan hasil perhitungan, pada awal tahun pelajaran baru ini, sekolah yang dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka langsung hanya sebanyak 6 % dari seluruh sekolah yang ada. Sedangkan sebagian besar sekolah atau sebanyak 94 % masih tetap harus melaksanakan pola PJJ.
Kebijakan yang ditetapkan pemerintah tersebut, tak ayal melahirkan keluhan dari berbagai pihak, terutama orang tua siswa. Keluhan didasari dengan kejenuhan dan kelelahan mereka dalam melakukan bimbingan belajar terhadap setiap anaknya. Ujung dari keluhan tersebut adalah tekanan untuk segera membuka sekolah, sehingga pelaksanaan pembelajaran dapat dilaksanakan dengan tatap muka langsung. Padahal, di lain pihak, pemerintah secara bertahap telah membuka berbagai aktivitas kehidupan, di antaranya aktivitas keagamaan, perekonomian, dan pariwisata. Pembukaan aktivitas berbagai sektor kehidupan tersebut tidak dilakukan dengan begitu saja, tetapi dibarengi dengan berbagai pembatasan yang mengarah pada penerapan protokol kesehatan.
Berangkat dari fenomena tersebut, dimungkinkan sekolah melakukan treatment terhadap para orang tua siswa, sehingga mereka memiliki pemahaman yang baik tentang situasi yang terjadi. Treatment yang dapat dilakukan sekolah adalah memberi penjelasan dan pencerahan tentang pola bimbingan belajar dari rumah oleh para orang tua siswa. Hal ini harus dilakukan mumpung waktu masih menunjukkan awal tahun pelajaran baru, sehingga pola pembimbingan belajar dari para orang tua terhadap setiap anaknya tidak salah kaprah dan kontra produktif dengan pola bimbingan belajar yang selama beberapa waktu ke belakang dilakukan guru.
Pemberian Pemahaman Bimbingan Belajar kepada Orang Tua Siswa
Bimbingan belajar dalam konteks ini dapat dimaknai sebagai bentuk pemberian bantuan kepada setiap siswa, baik secara indivual maupun kolektif sehingga mereka dapat memecahkan berbagai masalah pembelajaran melalui pemanfaataan potensi dan keterampilan yang dimilikinya. Lewat pelaksanaan bimbingan belajar yang diterapkan dengan baik, siswa dimungkinkan memiliki kemampuan mengembangkan sikap dan kebiasaan yang baik, menumbuhkan disiplin belajar, serta mampu mengembangkan pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial, budaya, dan lingkungan untuk melakukan pengembangan kepemilikan pengetahuan (kognitif), ketarampilan (psikomotor), dan sikap (afektif).
Dalam kondisi seperti yang terjadi saat ini, pemahaman akan pola pelaksanaan bimbingan belajar harus dimiliki setiap orang tua siswa. Hal itu perlu dilakukan karena intensitas komunikasi orang tua dan siswa dalam proses pembalajaran dengan pola PJJ memiliki tingkat kekerapan yang tinggi. Mau tidak mau dan suka tidak suka, orang tua menjadi sosok yang harus melakukan pendampingan saat anak-anak mereka melaksanakan pembelajaran dengan gurunya masing-masing. Dengan pola PJJ pelaksanaan bimbingan belajar yang menjadi bagian dari tugas guru tidak dapat dilaksanakan dengan efektif, sehingga perannya harus dialihkan kepada orang tua siswa. Padahal, mengacu pada regulasi yang berlaku, guru adalah sosok yang memiliki tugas dan fungsi untuk dapat merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Sekolah harus membangun sinergitas dengan orang tua siswa dalam pelaksanaan pembelajaran saat ini, terutama terkait dengan bimbingan belajar. Dengan terbangunnya sinergitas tersebut program yang diberikan kepada siswa diiharapkan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan yang dipancangkan.
Guna merealisasikan terbangunnya sinergitas antara sekolah dan orang tua dalam proses pembelajaran, sekolah harus mengambil kebijakan untuk mengajak dan memberi pencerahan kepada mereka tentang pola bimbingan belajar. Dengan pemahaman yang baik dari orang tua, keluhan seperti yang terlontar saat ini dapat diredam sedemikian rupa. Bahkan bukan itu saja, dengan pemahaman yang baik ini pun, dimungkinkan akan dapat mengurangi tingkat kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anak-anaknya saat melaksanakan pembelajaran.
Untuk mencapai pada kondisi demikian, sekolah harus melakukan sosialisasi dan pemberian pencerahan terhadap orang tua siswa. Sosialisasi dan pencerahan harus dilakukan dengan sesering mungkin, sehingga mereka memiliki pemahaman komprehensif tentang bimbingan belajar terhadap anak-anaknya. Langkah yang dapat dilakukan oleh sekolah yaitu menggunakan pola jarak jauh melalui telemeeting atau bila terpaksa sekali, sekolah dapat melakukan pola tatap muka langsung dengan orang tua siswa. Pola tatap muka langsung dapat dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat.
Simpulan
Sampai sejauh ini belum ada pihak manapun yang dapat memprediksi sampai kapan pandemi Covid-19 akan berlangsung. Di tengah ketidakpastian tersebut, dalam ranah pendidikan, pemerintah mengeluarkan Keputusan Bersama 4 Menteri. Pada regulasi tersebut secara eksplisit diungkapkan bahwa sekolah pada zona merah, oranye, apalagi merah dilarang membuka aktivitas pembelajaran tatap muka langsung. Sekolah pada ketiga zona tersebut harus tetap mengimplementasikan PJJ dengan moda daring dan/atau luring. Lain halnya dengan sekolah pada zona hijau, sekolah pada zona ini diperkenankan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka langsung. Sekalipun demikian, pelaksanaan pembelajaran tatap muka langsung pada sekolah pada zona hijau ini harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat dengan disertai berbagai pembatasan.
Kebijakan tersebut melahirkan keluhan dari berbagai pihak, terutama para orang tua siswa. Keluhan mengarah pada harapan agar sekolah dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka langsung. Lahirnya keinginan tersebut dimungknkan terjadi karena adanya kejenuhan dan kelelahan mereka saat melakukan bimbingan belajar terhadap setiap anaknya. Padahal, di lain pihak, telah dibuka pemerintah, di antaranya aktivitas keagamaan, perekonomian, dan pariwisata.
Untuk mengantisipasi semakin kuatnya keinginan orang tua tersebut, sekolah harus membangun sinergitas dengan mereka dalam pelaksanaan bimbingan belajar. Dengan terbangunnya sinergitas tersebut program yang diberikan kepada siswa diiharapkan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan yang dipancangkan. Untuk mencapai kondisi demikian, sekolah harus melakukan sosialisasi dan pemberian pencerahan terhadap orang tua siswa, sehingga mereka memiliki pemahaman komprehensif tentang pelaksanaan bimbingan belajar terhadap anak-anaknya. Langkah yang dapat dilakukan oleh sekolah yaitu menggunakan pola jarak jauh melalui telemeeting atau bila terpaksa sekali, sekolah dapat melakukan pola tatap muka langsung dengan orang tua siswa.***
Penulis adalah Kabid Pendidikan SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Barat.