DIDIKPOS.COM – Simposium Nasional Pengajaran Sejarah yang digelar Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) merekomendasikan adanya peningkatan kapasitas guru sejarah secara profesional dan penempatan mata pelajaran sejarah dalam kelompok wajib/dasar di semua kelas.
“(Pelajaran sejarah ditempatkan) di kelas X, XI, XII dan jenjang SMA/SMK/MA/MAK dengan jumlah jam proporsional. Ini adalah sebuah keharusan bagi pemerintah dan/atau seluruh stake holder terkait,” kata Presiden AGSI Sumardiansyah Perdana Kusuma, dalam siaran pers, Kamis (17/12/2020).
Symposium yang digelar luring dan daring pada 12 Desember 2020 ini mengangkat tema Sejarah Pemikiran Kritis Untuk Merawat Kebhinekaan. Sebanyak 1700 peserta hadir di symposium ini. Symposium dibuka oleh Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid.
Turut hadir juga para pakar sejarah seperti Said Hamid Hasan (Guru Besar Pendidikan Sejarah), Anhar Gonggong (Sejarawan), Ari Sapto (Universitas Malang), dan Agus Suprijono (Universitas Negeri Surabaya).
Sumardiansyah menuturkan, symposium juga menyimpulkan, sejarah tidak sekadar materi hafalan akan masa lalu namun sebagai keterampilan berpikir.
“Sejarah adalah imajinasi kebangsaan yang dibangun dari bacaan terhadap masa lalu. Selain itu sejarah juga tampil sebagai referensi dikehidupan kekinian sekaligus sebagai bahan proyeksi untuk berjalan menuju masa depan,” katanya.
Dijelaskannya, pemahaman dan kesadaran mengenai keindonesiaan wajib diketahui oleh segenap bangsa Indonesia. Generasi muda jangan sampai amnesia akan sejarah. Bahkan lupa dari mana dirinya berasal, terkikis jati diri sehingga gagal menjadi manusia yang berkarakter dan berbudaya.
Secara progresif, lanjutnya, pembelajaran sejarah harus mampu mengkontekstualisasikan berbagai peristiwa yang terjadi di masa lalu dengan berbagai peristiwa yang dialami sekarang.
“Untuk kita bisa saling merenungi, mengevaluasi, membandingkan, atau mengambil keputusan, sekaligus sebagai orientasi untuk kehidupan masa depan yang lebih baik,” terangnya.
Sumardiansyah menambahkan, kesimpulan berikutnya, sejarah bukanlah sebatas hafalan atas fakta masa lalu, melainkan sebagai keterampilan berpikir.
“Muara dari pembelajaran sejarah yang berorientasi pada keterampilan berpikir secara alamiah akan mendorong pembentukan manusia merdeka yang memiliki kesadaran sejarah dan sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila,” pungkasnya. (des)***