Duh, Anggaran Perpusnas Disunat Rp. 7,3 Miliar

Share

DIDIKPOS.COM – Komisi X DPR RI menyayangkan penghematan anggaran belanja Perpustakaan Nasional (Perpusnas) sebesar Rp. 7.316.287.000, mengingat tugas berat yang diemban lembaga negara tersebut dalam meningkatkan literasi masyarakat Indonesia.

Pada 2021, Perpusnas mengalami penghematan belanja sebesar 1,08 persen dari pagu awal sebesar Rp. 675.539.800.000.

“Sebenarnya kami tidak setuju adanya pemotongan anggaran ini, maunya penambahan anggaran. Kami berharap meski ada penghematan namun capaian target prioritas nasional dan program prioritas Perpusnas RI tetap bisa berjalan,” Wakil Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian, dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Perpusnas dengan Komisi X DPR yang digelar secara daring dan luring di Gedung Nusantara Senayan, Jakarta, Senin (29/3/2021).

Diketahui, Perpusnas mengalami penghematan anggaran berdasarkan surat Menteri Keuangan Nomor S-30/MK.02/20210 tanggal 12 Januari 2021 perihal Refocusing dan Realokasi Belanja Kementerian/Lembaga TA 2021.

Menurut Hetifah, untuk mengejar ketertinggalan pendidikan di masa pandemi, perpustakaan menjadi andalan supaya bisa menjadi wahana pendidikan alternatif, selain sekolah.

“Memang tugas berat walaupun anggaran dikurangi tetapi tuntutannya ditingkatkan. Jadi Perpusnas bukan saja harus adaptif terhadap perkembangan teknologi dan informasi tetapi juga antisipatif untuk menyiapkan SDM dan kelembagaan yang makin mapan,” jelasnya.

Hetifah meminta Perpusnas membuat peta jalan pengembangan perpustakaan, termasuk pemenuhan koleksi pustaka, sumber daya manusia, gedung layanan dan bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait untuk meningkatkan literasi dan numerasi, serta alokasi anggaran Perpusnas pada tahun mendatang.

Tak Pengaruhi Kinerja

Kepala Perpusnas, Muhammad Syarif Bando, menuturkan, pemotongan anggaran ini tidak mempengaruhi kinerja dan target program perpustakaan dan literasi.

Menurutnya, dalam menangani persoalan literasi di Indonesia harus dilakukan pembenahan pada sisi hulu literasi.

“Negara harus hadir untuk menangani permasalahan literasi ini. Baik itu, eksekutif, legislatif, yudikatif, dan TNI/Polri. Selain itu, peran akademisi perguruan tinggi, penulis, penerbit, hingga regulasi distribusi bahan bacaan untuk memperkecil ketimbangan antar wilayah,” jelasnya.

Syarif Bando meminta dukungan legislator agar Perpusnas dapat mengembangkan digitalisasi di seluruh provinsi. Sebab, saat pandemi ini hanya 44 persen peserta didik Indonesia yang terkoneksi digital.

“Setelah kami dari beberapa wilayah seperti Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah semua keluhannya hampir sama. Buat apa Perpusnas memimpin top open access jurnal ilmiah internasional kalau hanya bisa melayani wilayah Jabodetabek saja. Sehingga kami menginginkan adanya mirroring data di semua provinsi,” terangnya. (ysu)***