Pengembalian SMA/SMK ke Pemkab/Pemkot Menunggu Presiden Baru

Share

Didikpos.com — Pengembalian kewenangan penyelenggaraan SMA/SMK dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) ke Pemerintah Kabupaten/Kita (Pemkab/Pemkot) masih harus menunggu terpilihnya Presiden atau pemerintahan yang baru.

Berdasarkan penerapan Pasal 15 Ayat 1 dan Ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menyebabkan beralihnya kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari Pemerintah Kabupaten/Pemerintah Kota (Pemkab/Pemkot) kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov).

Dampak peralihan penyelenggaraan dan atau kewenangan tersebut mulai banyak dirasakan belakangan di daerah.

Belum lama ini, Bupati Sukabumi Marwan Hamami viral ‘mengamuk’ karena upacara Hari Kesaktian Pancasila tanggal 1 Oktober 2023 tidak dihadiri siswa SMA dan SMK.

“Hari ini anda bisa lihat, cek ke SMA, SMK itu seperti mereka pura-pura tidak mau menerima pimpinan daerah, karena merasa tanggung jawabnya ada di provinsi. Inilah akibat dari persoalan membedakan tanggung jawab pendidikan yang diatur oleh pemerintah pusat yang tidak nyambung,” ungkap Marwan.

Marwan menegaskan, aturan perubahan kewenangan dalam pengelolaan pendidikan telah menyebabkan perbedaan dalam tanggung jawab antara berbagai tingkat pendidikan, termasuk SMA, SMP, dan SD. Hal ini menyebabkan kepala sekolah SMA merasa tidak berkewajiban untuk mengikuti upacara seperti Hari Kesaktian Pancasila.

“Jadi SMA hari ini tidak hadir karena dinas pendidikan itu bukan tidak berkepentingan, tapi tidak bisa memerintahkan karena beban tanggung jawabnya ada di provinsi, padahal dalam pendidikan karakter, dalam pendidikan kepribadian anak itu, tidak bisa di pilah pilah,” tandasnya.

Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, juga mengaku geregetan ketika melihat maraknya kasus tawuran pelajar SMA/SMK hingga menumbalkan korban jiwa, akan tetapi Pemkot tak bisa berkutik saat hendak memberikan sanksi.

“Saya terus terang geregetan karena SMA/SMK ini bukan kewenangan Wali Kota, kalau kewenangan kami pasti sudah ada sanksi keras terhadap SMK yang bersangkutan,” ujar Bima Arya beberapa waktu lalu.

Tak berbeda di Kabupaten Bogor. Masyarakat pun mulai berteriak meminta penambahan SMK di setiap kecamatan, di mana saat ini Kabupaten Bogor yang sangat luas memiliki 40 kecamatan baru terdapat 11 SMK negeri. Namun, Kepala Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Provinsi yang diharapkan bisa menjembatani antara aspirasi warga di kabupaten/kota dinilai belum mampu maksimal.

Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor, Ridwan Muhibi, bahkan menampar keras peran KCD. “Ini kuncinya ada di KCD. Sampai sekarang belum pernah sinergi dan audiensi dengan Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor. Sebagai kepanjangtanganan provinsi seharusnya koordinasi dengan kita. Jangan belagu. Jangan datang ketika ada masalah,” tegasnya.

Legislator Provinsi Setuju Dikembalikan ke Daerah

Riak-riak reposisi kewenangan penyelenggaraan SMA/SMK dari Pemprov ke Pemkab/Pemkot mulai banyak didukung sejumlah legislator provinsi.

Anggota Komisi III DPRD Provinsi Jawa Barat asal Dapil Kabupaten Bogor, H. Ricky Kurniawan, menyatakan setuju apabila kewenangan penyelenggaraan SMA/SMK direposisi kembali kepada Pemkab atau Pemkot.

“Saya sangat setuju. Apalagi nanti tahun 2024, 66% pajak kendaraan akan dialokasikan ke kota dan kabupaten. Jadi seharusnya bareng, SMA/SMK juga dikembalikan ke kabupaten/kota,” katanya.

H. Ricky mengakui jika untuk mengembalikan kewenangan SMA/SMK dari provinsi ke kabupaten/kota itu bukan perkara mudah.

“Harus menunggu presiden baru atau pemerintahan baru. Karena harus mengubah atau mengamandemen UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Nantilah kita tunggu tahun 2024,” kata politisi Partai Gerindra ini.

Sebelumnya, Anggota Komisi III DPRD Jawa Barat, Irfan Suryanegara, juga menyatakan setuju agar idealnya SMA/SMK dikembalikan ke Pemkab/Pemkot.

Dikatakannya, jika wewenang ada di provinsi proses birokrasi terlalu jauh sehingga akan berdampak pada alurnya, karena ada jarak dan waktu.

Dukungan serupa dikemukakan Anggota Dewan Komisi D Fraksi PDIP, Rudi Kurniawan. Dirinya berharap pemerintah pusat mendengarkan usulan ini.

Upaya Terjal

Sebelumnya beragam upaya juga dilakukan banyak pihak bukan saja di Jawa Barat. Namun, upaya guna mengembalikan kewenangan SMA/SMK ke daerah ini nampaknya bukan sekadar harus mengubah amandemen UU No. 23 Tahun 2014, akan tetapi harus mencabut Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

MK telah memutuskan pengelolaan SMA/SMK tetap menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Hal ini menjadi simpulan putusan MK atas uji materi nomor perkara 31/PUU-XIV/2016 yang diajukan oleh sejumlah warga Surabaya, Jawa Timur.

Pada tahun 2017, Tri Rismaharini yang saat itu masih menjabat Wali Kota Surabaya, juga menginginkan pengelolaan SMA/SMK lebih baik jika dipegang Pemkot/Pemkab.

“Itu harus memang diberikan kepercayaan daerah. Bupati, wali kota, harus dipaksa bertanggung jawab kepada pemberdayaan manusia yang ada di kota (masing-masing),” kata Risma saat memberikan keterangan dalam persidangan uji materi tersebut.
(Acep Mulyana)