DIDIKPOS.COM – Koordinator Wilayah Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) DKI Jakarta Nur Baitih geregetan gara-gara menteri-menterinya Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak kompak dalam menerapkan kebijakan.
Nur, sapaan Nur Baitih, membandingkan kebijakan dua menteri mengenai penerapan syarat usia.
Diungkapkannya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, memperhitungkan usia saat PPDB (pendaftaran peserta didik baru). Siswa yang berusia lebih tua diprioritaskan, ketika pendaftar melebihi kuota jalur zonasi. Pertimbangannya, anak-anak usia tinggi (tua) harus diberikan kesempatan lebih banyak untuk mendapatkan pendidikan gratis di sekolah negeri.
Sedangkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Tjahyo Kumolo, justru mementingkan usia muda dalam rekrutmen CPNS tanpa melihat latar belakang pelamar. Pelamar dari honorer K2 yang berusia di bawah 35 tahun diberikan kesempatan ikut tes CPNS. Namun, yang berusia di atas 35 tahun malah tidak diizinkan ikut tes meski sudah puluhan tahun mengabdi.
“Andai MenPAN-RB meniru Mendikbud, masalah honorer pasti tuntas. Mau masuk sekolah saja yang dilihat zonasi berdasarkan usia. Kenapa honorer untuk menjadi PNS dibatasi oleh usia. Enggak kompak nih menteri-menterinya Pak Jokowi,” tandas,” kata Nur, Jumat (26/6/2020).
Harusnya, lanjut Nur, MenPAN-RB juga membuat regulasi guru honorer yang bisa diangkat jadi PNS berdasarkan zonasi tempat tinggal dan usia.
“Itu contoh real loh. Kalau siswa tua masuk sekolah banyak tanda tanya. Ada apakah? Apa karena ketinggalan kelas atau alasan lainnya. Sebaliknya, untuk guru honorer usia tua sudah pasti banyak pengalamannya karena lamanya masa pengabdian. Ini malah dibilang honorer tua tidak kompeten,” tandasnya.***
Sumber: jpnn.com