DIDIKPOS.COM – Program Studi Doktor Pendidikan Islam (S3) Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung menggelar Workshop Pengembangan Kurikulum bertajuk “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam S3 Mengacu KKNI Berbasis Wahyu Memandu Ilmu sebagai Upaya Peningkatan Mutu Doktor Pendidikan Islam” di Hotel Shakti, Bandung, Rabu (7/10/2020).
Prof. Dr. Djam’an Satori, M.A (Guru Besar UPI), Prof. Dr. Muhibbin Syah, M.Ed (Guru Besar UIN SGD, Ketua Prodi Pendidikan Islam S3), Dr. Bambang Samsul Arifin, M.Si (Sekretaris Prodi Pendidikan Islam S3) tampil menjadi narasumber Workshop yang dipandu oleh Dr. Mohammad Erihadiana, M.Pd. Dr. Asep Nursobah, M.Ag, Dr. Hj. Qiqi Yuliati Zakiah, M.Ag, dan dibuka secara langsung oleh Direktur Pascasarjana, Prof. Dr. H. Supiana, M.Ag.
Dalam sambutannya Direktur Pascasarjana UIN Bandung, Prof. H. Supiana, menjelaskan, pengembangan kurikulum Prodi S3 Pendidikan Islam harus mengacu kepada KKNI yang didasarkan pada wahyu memandu ilmu dan berusaha untuk memadukan nilai-nilai moderasi beragama.
“Hasil yang diharapkan dari workshop ini dapat melahirkan produk terbaik dengan mengimplementasikan bentuk pengembangan formal kurikulum Pendidikan Islam yang sudah berkembang menjadi tiga konsentrasi. Untuk itu, pengembangan tidak hanya dilakukan pada Disertai, tetapi dalam proses perkuliah mampu memadukan nilai-nilai moderasi beragama, khususnya Islam dalam bidang pendidikan,” ujarnya
Narasubmer workshop, Guru Besar UIN Bandung yang juga Ketua Prodi Pendidikan Islam S3 Pascarjana UIN Bandung, Prof. Muhibbin Syah, menjelaskan, upaya melakukan inovasi kurikulum berbasis moderasi beragama itu caranya dengan pemikiran mengenai program inovasi kurikulum yang ada. Itu dilakukan dengan memasukkan nilai-nilai moderasi beragama yang diharapkan bukan hanya membuat lulusan berilmu dan berketerampilan hebat melainkan juga berpikir dan berperilaku moderat.
“Orang yang berjiwa toleran adalah orang yang berjiwa legowo dalam arti tidak akan mudah tersinggung apa lagi marah saat dikritik oleh orang yang memiliki pandangan, budaya, dan agama yang berbeda dengannya. Sebaliknya, ia akan menghargai perbedaan dan keanekaragaman budaya, mazhab, bahkan agama sebagai realitas yang ada di muka bumi,” jelasnya.
Moderasi, lanjutnya, memiliki signifikansi atau arti penting dalam kehidupan sehari-hari. Selain dapat membuat orang menjadi moderat moderasi juga dapat membuat orang berlaku adil dan bersikap toleran dalam arti dapat bertenggang rasa dan menghargai perbedaan misalnya dalam bermazhab atau beragama.
“Alhasil, dalam ajaran Islam berbuat adil bukan hanya berlaku untuk orang atau kelompok yang sesuku, semazhab atau seagama saja melainkan juga untuk orang atau kelompok yang berasal dari suku, mazhab, dan agama yang berbeda. Bahkan, keadilan (fairness) wajib ditegakkan terhadap orang yang kita benci sekalipun! Kita dilarang berbuat zalim misal merampas hak seseorang walaupun kita tidak menyukai, membenci orang tersebut,” tuturnya.
“Moderasi beragama merupakan wawasan atau cara pandang keberagamaan yang berimbang, sedang, tidak berlebihan, dan dapat membuat orang menjadi moderat dalam beragama. Orang yang moderat dalam beragama adalah orang yang menganut dan menjalankan ajaran agama dengan sikap dan perilaku keberagamaan yang secukupnya, tidak berkekurangan atau berkelebihan, juga tidak ekstrem,” imbuhnya.
Narasumber lainnya, Guru Besar UPI, Prof. Djam’an Satori, menyampaikan, dalam UU No. 20 Tahun 2003 Sisdiknas, Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan sebuah pengaturan berkaitan dengan tujuan, isi, bahan ajar dan cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan nasional.
“Menurut Nana Sudjana, kurikulum merupakan niat dan harapan yang dituangkan ke dalam bentuk rencana maupun program pendidikan yang dilaksanakan oleh para pendidik di sekolah. Kurikulum sebagai niat dan rencana, sedangkan pelaksaannya adalah proses belajar mengajar. Yang terlibat didalam proses tersebut yaitu pendidik dan peserta didik,” terangnya.
Mutu Lulusan Doktor
Menurut Prof. Djam’an, dengan mengacu kepada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), pada level 9, untuk lulusan Doktor S3;
Pertama, mampu mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan atau seni baru di dalam bidang keilmuannya atau praktek profesionalnya melalui riset, hingga menghasilkan karya kreatif, original, dan teruji.
Kedua, mampu memecahkan permasalahan sains, teknologi, dan atau seni di dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan inter, multi atau transdisipliner.
Ketiga, mampu mengelola, memimpin, dan mengembangkan riset dan pengembangan yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan kemaslahatan umat manusia, serta mampu mendapat pengakuan nasional maupun internasional.
“Untuk implementasi kurikulum (rancangan pembelajaran harus diperjelas. Akan dibawa ke mana peserta didik (mahasiswa) itu? Selain itu, harus ditetapkan kemampuan apa yang perlu mereka kuasai agar sampai ke tujuan itu yang dapat diketahui dari bahan atau materinya,” ujarnya.
“Yang juga penting, harus diketahui metode atau SBM-nya dan fasilitas apa yang perlu disediakan yang biasa menggunakan media dan sumber belajar. Terakhir, bagaimana kita mengetahui bahwa peserta didik telah sampai ke tujuan itu yang dapat dilakukan dari evaluasi,” pungkas Djam’an.
Sementara Sekretaris Prodi Pendidikan Islam S3 Pascasarjana UIN Bandung, Bambang Samsul Arifin, menuturkan, kedudukan kurikulum sangat penting dalam keseluruhan proses mengajar belajar. Oleh karena itu, kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pembelajaran, dan bervariasi sesuai dengan teori belajar dan pembelajaran yang dianut. Kurikulum juga mengarahkan segala bentuk aktivitas pembelajaran demi tercapainya tujuan-tujuan pembelajaran.
“Dalam implementasi kurikulum diperlukan pengembangan dan evaluasi secara berkesinambungan agar sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, sains, teknologi, dan sosial. Kurikulum yang relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi akan menjadi tumpuan harapan masyarakat, bangsa, dan negara,” papar Bambang. (des)